THE SOLDIER RECON 7 : SOLDIER’S GREATEST FEAR

Langkah-langkah kaki menggema dimana-mana. Jumlah yg tidak sedikit pastinya. Sudah jelas langkah-langkah itu sedang mencari seseorang yg mungkin akan mengancam dan mungkin menggagalkan rencana yg sudah mereka susun rapi. Tentu jika rencana ini gagal, sang pimpinan tertinggi, Puce, akan marah besar.

Ya, setidaknya itulah kondisi yg dihadapi oleh Kemal. Dia harus sembunyi dulu sekarang dari pasukan musuh.  Entah sudah berapa yg dia tumpas, tapi jumlah pasukan musuh makin lama malah semakin banyak. Ditambah persediaan peluru yg makin menipis dan suasana yg semakin gelap.

“Sial! Kenapa gue harus sendirian sih disini? Di bukit pula ?!”

Kemal mulai sedikit protes dengan keputusan Rere sebelumnya. Seharusnya dia menolak untuk beroperasi sendirian di daerah perbukitan seperti ini.

“Gue harus nemu tempat sembunyi lainnya.”

Kemal sebenarnya sudah menemukan tempat persembunyian di daerah Cihideung. Namun, tempat itu hancur berantakan. Sepertinya pasukan musuh mengetahui itu adalah tempat persembunyian rahasia. Terlihat ada bekas jejak kaki orang lari-lari kepanikan, disertai jejak kaki sepatu boots. Persedaan peluru yg diinformasikan pada Kemal pun raib semua.

Kemal kembali berlari. Karena berisik, keberadaannya diketahui oleh pasukan musuh. Dengan sisa tenaga yg ada, Kemal berlari sekencang-kencangnya. Karena terlalu panik, Kemal terperosok ke sebuah lembah curam yg cukup dalam.

“Aw! Aw! Aduh!” Ada beberapa dahan pohon dan semak-semak yg tepat mengenai selangkangan Kemal. Jika dia terus dalam kondisi itu, impoten akan menghampirinya. Ada satu dahan pohon yg cukup besar dan itu tepat menghantam “burung”-nya.

Kemal tak bersuara karena hantaman itu cukup keras. Dia hanya berharap tidak menjadi mandul gara-gara dahan sialan itu. Namun sisi baiknya, pasukan musuh mengira Kemal sudah mati jatuh ke lembah itu.

“Ke…..sempat..an..bu..bu…buat…..kab..burr” Kemal kembali melangkahkan kakinya, tentu sambil memegang selangkangan yg menjadi korban hari itu gara-gara jatuh ke lembah curam. Perih dan panas. Itulah yg Kemal rasakan saat ini.

Sambil menahan rasa sakit, Kemal terus berjalan ke arah selatan. Beruntung baginya, dia menemukan sebuah pondok kecil dengan cahaya lampu yg remang-remang.

“Sepertinya gue bisa menggunakan tempat ini untuk beristirahat” gumamnya. Kemal sudah terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan ke UNPAR. Kemal butuh istirahat setidaknya hingga 1-2 hari kedepan untuk melanjutkan misinya.

Kemal merogoh tas yg dia bawa, sembari berharap ada secercah makanan yg bisa dia konsumsi untuk malam itu.

Nihil. Yang Kemal dapatkan hanyalah bungkusan-bungkusan coklat bar saja. Muncul dibenaknya ada orang-orang India yg mengejeknya sambil mengucapkan “Mulai lapar! Mulai lapar!” dari sebuah iklan. Iklan yg sangat menyebalkan.

Cacing diperutnya mulai berdemo minta makanan. Terpaksa, Kemal melihat sekeliling apakah ada yg bisa dimakan. Dan, dia menemukan dua kaleng sup yg masa kedaluwarsanya hari itu juga.

Dengan sangat hati-hati, Kemal menyalakan api dari sisa-sisa karpet yg ada di pondok itu dan sebongkah batu yg dia gesek-gesekkan dengan pisau. Kali ini Kemal lebih mirip manusia primitif dibanding dengan seorang tentara.

“Susah sekali bertahan hidup di kondisi seperti ini” keluhnya pada gantungan kunci Pokemon kesayangannya, Eevee. Hanya Eevee yg menemani Kemal malam itu. Kasihan memang, tapi jomblo memang seperti itu.

Sesekali Kemal mengaduk dua kaleng sup yg bernasib naas itu.

“Kupikir sudah matang….” Kemal mencicipi sup itu, “Sempurna! Seharusnya gue jadi koki saja daripada menjadi tentara”

Dengan cepat, Kemal mengangkat panci – atau lebih tepatnya helm perang—supaya supnya tidak terlalu matang dan mulai menyantapnya layaknya binatang buas. Panas-panas di lidah tidak seberapa dengan asupan makanan yg masuk ke dalam perut tercintanya, yg memang sedikit tambun. Bilangnya sih, disitu tersimpan cita-cita dan harapan.

Sesekali Kemal melihat keluar. Suasana malam yg sangat syahdu tapi tidak dengan kenyataan sekarang ini.

Apa gue cabut aja dari pondok ini ?”  Kemal berpikir untuk meninggalkan tempat itu dan kembali melanjutkan perjalanannya. Kemal berada dalam posisi dilematis. Dia dihampiri oleh rasa takut, entah itu takut dihabisi oleh pasukan musuh, diterkam hewan buas, atau bertemu hantu. Yg jelas Kemal merasa takut pada malam itu.

Akhirnya setelah berdebat dengan teman satu-satunya, Eeeve, Kemal memutuskan untuk pergi dari situ sekarang juga. Dengan perlahan-lahan dia menyusuri jalan kecil di lembah itu, sambil berpikir bagaimana caranya dia bisa naik kembali ke atas dan mencari tempat persembunyian lainnya.

Dengan akar rotan yg dia sering temukan, Kemal menyambungkannya menjadi sebuah tali yg panjang dan membuat laso dengan itu. Namun, karena basah, kesulitan untuk mengaitkan laso itu ke sebuah dahan menjadi pekerjaan yg sangat sulit. Akhirnya, Kemal menggunakan bra yg dia temukan disitu dan berhasil.

Sedikit demi sedikit Kemal naik dan sampai diujung lembah. Dia menyadari kalau dia ada di kompleks perumahan yg sudah sepi. Kemal melihat ke sekelilingnya dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Berarti, daerah itu aman untuk dilewati.

Dengan penerangan seadanya dari lampu-lampu jalan disitu, Kemal mulai sedikit berhalusinasi. Dari pohon yg dia sangka adalah bapaknya hingga kucing bermuka Ali. Kelelahan dan rasa takutnya mulai membuat Kemal paranoid. Rasa kantuk pun mulai menguasainya.

Perjalanannya semakin terasa cepat, karena jalanannya menurun. Dengan segera, Kemal sudah sampai di terminal Ledeng. Tapi tempat itu terlalu terbuka untuknya untuk beristirahat dan sangat berbahaya. Mau tak mau, Kemal kembali harus berjalan turun.

Anehnya, disekitar jalan Setiabudi dan sekitarnya, tidak ada tanda-tanda keberadaan pasukan musuh. Sepi sekali disitu. Menjadi sebuah keuntungan bagi Kemal untuk mencari tempat persembunyian dengan lebih leluasa. Hanya saja, jalanan disana sudah sangat parah. Entah itu karena ledakan atau kendaraan berat yg lewat.

Sialnya, Kemal tidak bisa meneruskan jalan ke arah UNPAR karena jalanan di dekat Borma Setiabudi berlubang cukup dalam. Lubang itu bisa saja menewaskan Kemal jika dia terjerembab ke dalamnya. Kemal harus memutar mau tak mau.

Ternyata, tidak hanya sampai disitu. Jalanan Setiabudi bukan berlubang, tapi lenyap. Jalanan aspal disitu benar-benar hilang. Sepertinya dirusak oleh pasukan musuh agar para tentara dan tentara khusus ini tidak mudah untuk mendekat. Terpaksa, Kemal terus berjalan turun menyusuri jalanan panjang disitu.

Matanya sudah tak mampu menahan rasa kantuk yg begitu berat. Tapi, Kemal harus tetap waspada. Keselamatannya tidak ada yg bisa menjamin kecuali dirinya sendiri. Berjalan dan terus berjalan, itulah yg dilakukan Kemal daritadi. Tak ada rasa ingin kencing atau boker. Jangankan untuk dua kegiatan sakral itu, merasakan kaki sendiri saja sudah sulit.

Samar-samar, Kemal kembali menemukan sebuah pondok. Kali ini tempatnya jauh lebih aman, karena sangat-sangat terpencil. Pondok itu tak jauh lokasinya dengan PVJ tapi harus berjalan jauh ke dalam dan pondok itu ditutupi rumput-rumput ilalang yg sangat tinggi menjulang dan semak-semak belukar.

Dengan tenaga yg tersisa, Kemal memanjat pagar pondok itu dan mulai merangsek masuk melewati ilalang dan semak belukar itu. Sengaja Kemal tidak memotong ilalang itu, supaya pondok itu tidak diketahui oleh pasukan musuh.

Pintu pondok itu tidak terkunci sama sekali, tapi Kemal menyadari ada jejak sepatu yg masuk ke dalam pondok itu.

“Lagi kyk gini aja gue harus waspada, apes bener deh gue” kata Kemal sembari mengokang senjatanya untuk berjaga-jaga.

Karena terlalu gelap, Kemal mengeluarkan senter dari sakunya. Ada bekas-bekas darah disitu. Dan darah itu masih segar sekali. Kemal berasumsi bahwa orang itu baru saja masuk ke pondok beberapa saat sebelum dia.

Kemal mulai mengendap-ngendap sambil mengikuti ke arah mana darah itu. Di pojokan dia menemukan seseorang dan hampir saja menembaknya. Untung Kemal masih bisa menahan tenaganya untuk menarik pelatuk senjatanya. Karena, orang yg sedang terduduk lemas disitu adalah orang yg dia kenal.

Kemal hanya bisa berucap kecil….

“A…Ali……??”

To Be Continued…….

THE SOLDIER RECON CHAPTER 6 : THE TWO GRIM REAPER (PART 2)

“Bos, apa yg akan kita lakukan saat ini?” salah seorang pasukan musuh mulai was-was karena Frank dan Ali berhasil menghabisi pasukan pertama.

“Tenang dan perhatikan, kita jangan seperti Vic yg tergesa-gesa dan tidak sabaran, nanti hasilnya bisa kacau” Edge menenangkan anak buahnya. Memang diantara pimpinan pasukan yg lain, Edge terbilang paling santai.

“Sudah, lebih baik kalian beristirahat saja, besok atau lusa kita ada rencana besar yg harus dijalankan” lanjut Edge.

Disisi lain, Frank, Ali, dan Indah sudah mulai memasuki kawasan Kebon Jati. Mereka bertiga mulai mencari-cari tempat persembunyian sesuai dengan info yg didapat Frank dan Ali sebelum berangkat.

“Harusnya didekat-dekat sini pintunya, tapi kok ga ada ye?” Frank masih mencari sambil garuk-garuk kepala.

“Apa lo yakin bener disini?” Indah mulai ragu dengan Frank.

“Harusnya disini, gue yakin bener dah sumpah” Frank semakin cepat mencari pintu rahasia itu.

“AAHHH!!!” Ali terperosok ke dalam sebuah got besar.

“Kenapa lo Li?” Frank berlari ke arah Ali “Lo mau boker ya?”

“Bukan itu bego!” jawab Ali sambil memegangi pantatnya “Gue jatoh disini!”

“Eh itu apaan ya?” Indah menyusul Frank ke tempat Ali.

“Lo jangan nongol tiba-tiba gitu dong, kaget gue” kata Frank sambil mengelus dada. Ekspresinya mirip-mirip habis ketemu hantu.

“Eh iya maap-maap, tapi itu apa ya?” Indah masih penasaran dengan sebuah bentuk di depan Ali “Bentuknya mirip pintu”

Ali mulai melihat ke arah pintu itu. Dia merasa kalau pintu itu adalah pintu rahasia yg mereka cari. Ali mencoba membuka pintu itu, dan untungnya pintu itu tidak terkunci.

“Bro, sis, pintunya ngga dikunci, ayo kita masuk” Ali masuk ke dalam ruangan dibalik pintu itu. Diikuti oleh Indah dan Frank. Tak lupa, Frank menutup kembali pintu itu dan menguncinya supaya tidak ketahuan oleh pihak musuh.

“Gelap banget yak, Frank lo ada senter ga?” Ali mulai susah untuk melihat karena sepanjang lorong itu sangat gelap.

“Ada nih” Frank menyalakan senternya.

Ruangan itu memang mirip tempat persembunyian, persis seperti yg diberitahu oleh Niko. Hanya saja penerangannya yg kurang.

“Coba deh, kita raba-raba temboknya siapa tau ada saklar lampu” Indah memberikan usulan.

“Ngga ada salahnya juga dicoba” Ali setuju dengan ide Indah.

Mereka kembali menyusuri lorong-lorong gelap itu dan berharap menemukan sebuah saklar atau sekering listrik. Dan klik! Frank menemukan sekering listrik dan menyalakannya. Dengan segera lorong-lorong itu sedikit terang meski lampu disitu tampak remang-remang.

“Ya lumayanlah, setidaknya kita bisa hemat senter” kata Ali sambil manggut-manggut.

Mereka bertiga kembali masih berjalan. Lorong itu memang sengaja dibuat panjang, agar lokasinya tidak mudah dijangkau oleh pasukan musuh bila ketahuan.

“Harusnya didepan ada pintu lagi sih” kata Frank sambil melihat peta ruangan itu.

“Maksud lo yg itu?” Ali menunjuk ke arah sebuah pintu yg terbuat dari besi.

“Mungkin, kita coba buka aje cuy” Frank mulai berlari kecil ke arah pintu besi itu.

“Kok kayak ngga dikunci ya?” Frank menganalisis sedikit pintu itu “Li, bantu gue buka pintu ini dong”

Ali menghampiri Frank dan membantu Frank untuk membuka pintu besi. Karat-karat di pintu itu sedikit menghambat mereka, tapi mereka sukses membuka pintu itu dalam sekejap.

BOK!!!

Tiba-tiba kepala Frank dipukul oleh benda tumpul. Beruntung, Frank menggunakan helm pada saat itu jadi dia tidak pingsan. Dalam waktu sebentar, Frank menyorotkan senternya ke arah pemukul itu.

“Frank?” Sarah terheran-heran “Kak Ali? Kak Indah??”

“Lah, Sarah?? Ngapain lo ada disini?” Frank balik bertanya, “Duh, lumayan loh pukulannya”

“Ih maaf-maaf” Sarah langsung minta maaf pada Frank padahal sebenernya ngga perlu-perlu amat.

“Selow kok, lo sendirian disini?” tanya Frank pada Sarah.

“Jangan modus Frank, ini lagi kondisi susah” potong Ali. Mungkin karena kecapean, pola pikirnya jadi ngelantur sedikit.

“Kaga woy, jangan ngomong yg aneh-aneh dah” Frank mulai sewot. Tumben banget Frank sewot sama Ali.

“Haha, ngga kok, gue ngga sendiri disini, ada yg temen-temen kok disini” Sarah mulai berjalan di depan mereka “Yuk, gue anter ke tempat temen-temen”

Kini mereka berjalan berempat, menuju ke tempat teman-teman yg mungkin mereka kenal.

“Sarah, kok lo ngga…….Frank? Kak Ali? Kak Indah?” Yohana, Ase, dan Dea kaget dengan kehadiran mereka bertiga.

“Haloo kalian semua” jawab mereka bertiga serempak.

“Kok Frank sama Kak Ali pake baju begituan?” Ase mulai kebingungan “Jangan-jangan kalian…..”

“Ngga, kami bukan bagian dari pasukan musuh kok” Ali memberikan penjelasan “Justru kami harus numpasin mereka semua”

“Bener apa kata Ali” Frank menambahkan “Eh btw, kok kalian bisa masuk ke ruang rahasia ini?”

“Sebenernya, kita itu lagi sembunyi Frank dari musuh-musuh itu” kata Dea memberi jawaban “Terus kita lari dibawah-bawah got gitu, terus nemu pintu, yaudah deh kita berempat masuk”

“Wow, kuat juga ya kalian buka pintu besi yg itu” Ali malah terkagum-kagum dengan keempat wanita ini.

“Tapi waktu itu, pintu besi itu kebuka, jadi aja kita masuk” Yohana menambahkan penjelasan Dea “Tapi karena keras, kayaknya ngga kekunci bener”

Pantas Yohana, Sarah, Dea, dan Ase bisa masuk, toh pintunya terbuka. Tapi yg penting saat ini adalah mereka bisa mengamankan diri dari pasukan musuh. Frank dan Ali tidak masalah tempat yg seharusnya menjadi tempat peristirahatan mereka ini menjadi tempat perlindungan mereka berempat, apalagi isinya wanita semua.

“Oh ya satu hal lagi” Frank berlagak serius “Bagaimana kalian bertahan hidup? Apa ada akses keluar yg aman untuk mengambil bahan makanan?”

“Ada kok Frank” Yohana menjawab dengan pasti “Ada disitu tuh”

Yohana menunjuk ke arah sebuah tangga sederhana yg panjang ke arah atas. Ujung dari tangga itu menembus ke jalanan. Tempat persembunyian ini juga disamarkan sebagai saluran air.

Ali mencoba memanjat tangga itu dan mengintip sedikit kondisi di luar. Berdasarkan penglihatannya di dekat situ ada toko roti dan mini market lagi. Setidaknya itu cukup bagi para wanita untuk bertahan hidup.

“Ada akses jalan, dan keliatannya cukup aman” kata Ali sambil menuruni tangga.

“Sip, ntar kita keluar lewat situ aja” kata Frank

“Eh boleh ngga kita ikut istirahat sebentar disini?” Ali meminta izin untuk ikut istirahat sejenak, “Gue bener-bener butuh istirahat nih”

“Boleh, boleh kak!” Ase mengiyakan permintaan Ali, “Lagian sekarang udah jam 8 malem kak”

“Sip deh kalo begitu, thanks ya!” Ali langsung duduk bersandar.

Jam demi jam mereka lewati dengan berbagai cerita. Dari Frank dan Ali yg ditarik menjadi anggota Unit Rahasia Sektor 1077, Indah yg melarikan diri dari pasukan musuh, hingga para wanita yg ada di tempat persembunyian. Tak terasa, Indah, Dea, Ase, Yohana, dan Sarah tertidur.

Sambil menikmati kopi hasil ‘merampok’ di mini market, Ali mengajak Frank untuk pergi pada saat subuh nanti untuk melanjutkan misi mereka.

“Gimana kalo pas subuh kita berangkat lagi Frank?” ajak Ali pada Frank sambil meminum kopi.

“Gue sih ayo-ayo aja, tapi setidaknya kita kasih catetan kecil aja kalo mereka jangan kemana-mana” kata Frank “Indah juga menurut gue harus tinggal sementara dulu disini”

“Ya, terlalu bahaya kalo dia ikut-ikut kita terus” sambung Ali senada dengan Frank, “Alangkah baiknya jika kita istirahat barang 1-2 jam buat memulihkan stamina”

“Tapi jangan kelamaan….” Frank mengingatkan “Kalo kelamaan, badan kita tambah lemes nantinya”

“Nggalah, kita duduk-duduk santai aja” Ali mulai menyenderkan badannya ke tembok sambil meminum kopi. Frank juga melakukan hal yang sama. Mereka pun memejamkan mata untuk sejenak.

Frank dan Ali terbangun. Mereka sadar kalau mereka harus meninggalkan tempat ini dengan cepat. Alhasil, mereka memutuskan untuk berdiam diri dulu hanya dalam 30 menit saja sebelum keluar. Disaat itu, mereka menulis sebuah pesan di kardus dengan menggunakan spidol.

“Selesai, kita tempelkan ini dipintu itu” kata Frank

“Tapi kita harus tutup pintunya pelan-pelan” kata Ali “Berabe kalo mereka nahan-nahan kita supaya tetep disini”

Frank dan Ali pun menempelkan kardus itu dipintu. Dengan segera, mereka menutup dan mengunci pintu itu pelan-pelan supaya tidak terdengar oleh teman-teman mereka.

“Saatnya menjadi pencabut nyawa Frank……” Ali berkata dengan mantap “Kau siap ?”

“Gue siap kapan aje cuy” Frank membalasnya dengan mantap juga.

Mereka berdua berjalan lagi menyusuri lorong-lorong yang remang-remang itu. Demi keamanan, mereka mematikan lampunya supaya tidak ketahuan oleh pasukan musuh.

Hari masih gelap, mereka yakin pasukan musuh sedang dalam keadaan tidak siaga. Mereka merasa inilah saatnya untuk menggempur pasukan musuh. Mereka harus melakukannya dengan cepat dan efektif, mengingat amunisi mereka yang sudah menipis.

Satu persatu pasukan musuh mereka habis. Baik dengan baku tembak, lagi dikamar mandi, maupun saat mereka tertidur. Kelakuan Frank dan Ali sudah layaknya malaikat kematian atau malaikat pencabut nyawa. Masa bodoh dengan kondisi musuh, yang penting mereka berdua bisa menang.

“Bos, mereka mulai menyerang bos!” teriak salah satu anggota pasukan musuh.

“Apa ?! Lokasi mereka dimana sekarang ?” Edge terjaga dari tidurnya dan mulai mengecek setiap kamera pengawas.

“Mereka sudah mendekati daerah Stasiun Kereta Api” lanjut salah satu pasukan yg panik.

“SIALAN!!! KENAPA MEREKA BISA SAMPAI KE TEMPAT ITU DENGAN CEPAT ??!! PASUKAN YANG JAGA PADA KEMANA ??!!” Edge jelas marah besar disini. Wilayah kekuasaannya makin lama bisa dikuasai oleh Frank dan Ali.

“Mereka tidak menjawab saat saya menngecek, koneksi kamera pengawas pun hilang, saya rasa mereka mati…..” jawab anggota pasukan musuh.

“BANGSAT! Kalian sekarang keluar dan serbu mereka berdua, gue bakal ambil senjata gue dan bergabung dengan kalian nanti!!” Edge langsung pergi meninggalkan pasukannya.

Pasukan musuh pun langsung meninggalkan markas mereka dan mulai mengejar Frank dan Ali. Keberadaan pasukan musuh yg berisik tentu diketahui oleh Frank dan Ali yg langsung memutuskan untuk sembunyi.

“Kita bisa lawan mereka Li, kita baru aja ngerampas senjata musuh yg kita bunuh” Frank mengisi senjatanya dengan peluru. Dua-duanya hasil merampas dari pasukan musuh yg telah mereka bunuh.

“Tetep aja kita harus waspada, kalo ngga kita bakal…….”

Belum selesai Ali berbicara, tembakan sniper hampir saja mengenai mereka berdua. Beruntung hanya ayam yg kena tembakan itu.

“…….mati……LARI FRANK !!!” Ali mengisyaratkan Frank untuk menyelamatkan diri.

“Ayamnya ngga kita bawa nih ?” Frank dengan polosnya membawa ayam yg kena tembak tadi.

“Ngapain bego ?!!! Udah lepas terus lari, ngga ada waktunya buat mikirin ayam !” Ali langsung pergi begitu saja dari situ.

Frank pun menyusul lari. Ali tampak terengah-engah karena senjata sniper rifle yg berat cukup membuatnya menguras tenaga lebih banyak. Frank terpaksa menggunakan dua senjata untuk melindungi Ali. Tak ayal, satu tembakan dari Edge tepat mengenai kakinya.

“AARGGHH!!! KAKI GUE!!!” Frank menjerit kesakitan.

“FRANK!!” Ali mendekatinya.

Luka Frank tidak terlalu dalam. Ali mengeluarkan pisaunya dan mulai menusukkan pisaunya di kaki Frank. Jelas Frank menjerit tambah keras, tapi ini usaha untuk membuat Frank tetap bisa berlari. Peluru itu bisa dikeluarkan, dan Ali membelitnya dengan lengan bajunya setidaknya bisa mengurangi pendarahannya.

“Gimana kalo kita bikin rencana ?” kata Frank tiba-tiba.

“Rencana begimana ?” Ali bertanya.

“Lo fokus sama si Edge itu, biar gue tumpas sisanya, begimana ?” Rencana Frank kali ini sangat ekstrim.

“Lo gila kali yak, lo bisa aja kebunuh Frank” Ali kurang setuju dengan rencana Frank.

“Begini lebih baik Li, supaya kita bisa lanjutin perjalanan ke UNPAR” Frank memberikan pemahaman pada Ali. Ali mau tak mau setuju dengan rencana Frank.

“Oke, lo langsung ke arah Hotel Hilton itu yak, gue bakal nahan pasukan disini” kata Frank sambil mempersiapkan senjatanya “Kita tukeran senjata, gue dapet satu sniper tadi”

Ali memberikan senjatanya dan menggunakan sniper yg Frank rampas dari pasukan musuh. Mereka awali dengan melemparkan Smoke Grenade agar pergerakan Ali tidak diketahui musuh. Ali dengan sukses masuk ke dalam Hotel Hilton, dan saatnya Frank beraksi sekarang.

“Rasakan ini !!!” Frank menembaki pasukan musuh dari balik asap hasil Smoke Grenade tadi secara membabi buta. Dalam benaknya, dia berharap Ali menemukan Edge dan langsung mengeksekusinya.

Pasukan musuh terlalu banyak. Frank terpaksa melarikan diri dari situ dan mulai berlari ke arah Hotel Hilton. Frank tidak bisa berlari seperti biasanya mengingat luka dikakinya belum diobati.

“Mati….kau….” Edge berbicara dalam hati.

DOR!! Frank terkena tembakan di tangannya, tapi dia tidak peduli. Dia tetap berlari.

“Li ayo li…tembak Edge…..” pikir Frank. Disisi lain, Ali belum bisa menemukan posisi Edge ada dimana. Edge memang seorang sniper sejati. Beda dengan Ali yg Cuma sniper karbitan.

“Dimana kau Edge sialan” belum sempat Ali melihat teropongnya, dia kena serempet peluru Edge di pelipisnya.

“PANAS!!! SIALAN!!!!” teriak Ali sambil menutup pelipisnya. Darah segar mengucur dari pelipisnya. Penglihatan sebelah kanan terganggu karena darah itu.

DOR!!! Edge melepaskan tembakan lagi. Fatalnya, satu senjata Ali rusak terkena tembakan itu. Dengan cekatan Ali mengambil senjata yg masih selamat. Ali meyakini kalo Edge ada di tempat yg lebih tinggi dari dia.

Ali akhirnya menemukan Edge. Dia ada di rooftop gedung Kartika Sari. Ali langsung bergerak ke rooftop Hotel Hilton. Disitu Ali bisa melihat Edge sedang mengisi senjatanya.

“MATI KAU !” Ali melepaskan tembakan.

Tembakan Ali mengenai teropong senjata Edge. Dengan demikian, Edge akan kesulitan untuk menembak dari jarak jauh. Ali mengokang senjatanya dan menembakkan senjatanya sekali lagi. Kali ini tepat dikepala Edge. Edge pun jatuh dari rooftop Kartika Sari.

Ali langsung turun dari rooftop dan mulai mencari Frank. Sepertinya Frank sudah berlari entah kemana.

“Frank lo dimana?” Ali mencoba berkomunikasi dengan Frank.

“Gue terpaksa lari Li, ke arah BIP, lo duluan aja ke arah UNPAR” jawab Frank sambil terengah-engah.

“Okelah, ketemu di sono aja ye” jawab Ali sambil berlari ke arah utara.

Frank dan Ali akhirnya berada di jalan yg berbeda. Yang pasti mereka harus bisa bertahan hidup untuk sampai ke UNPAR. Mereka tidak boleh mati sebelum misi ini selesai.