THE SOLDIER RECON 9 : POKEMON FREAKS HAS MET!! (PART 1)

PLAK!! PLAK!! PLAK!!!

“Sakit..bego…”

Hanya itulah komentar yg diucapkan oleh Ali. Memang, pelipisnya yg luka agak membuatnya sedikit lemas kekurangan darah. Beruntung baginya, Kemal sudah mengobatinya dan menutupnya dengan perban. Tapi, masih satu hal lagi. Ali belum sadar kalau dia sedang bersama Kemal disitu.

“Buset dah ini anak, tidurnya udah mirip Snorlax” Kemal masih mencari cara supaya Ali cepat sadar. Memanggil ibunya sungguh bukan ide yg bagus.

Satu persatu cara dia pikirkan, mulai dari menyiramnya dengan air yg bisa didapat di comberan sebelah, atau tutup hidungnya Ali, atau telanjangin supaya kedinginan sampai sadar. Ide yg terakhir sungguh buruk, yg ada mereka akan disangka homo.

“Maafkan gue Li, tapi ini cara terbaik….” Kemal berharap cara yg dia temukan terakhir bisa ampuh untuk membangunkan Ali. Kemal naik ke sebuah meja dan mulai menghitung sampai tiga.

“Satu..dua..TIGA!!”

Kemal membangunkan Ali dengan ekstrem. Dia sengaja lompat dari meja untuk membangunkan Ali.

“BUAAHHHH!!!!!!” Ali bangun sambil tersedak dan terbatuk-batuk. Matanya melotot sambil bernapas dengan susah payah.

“Lo..loh….Kem, lo ada disini ?? Uhuek…” Ali terkejut dengan keberadaan Kemal disitu.

“Iye, dan satu catetan, susah banget bangunin lo” ujar Kemal sambil mengelap keringatnya, “Gue mesti loncat dari atas meja buat bangunin lo doang”

“LO LONCAT DARI MEJA BUAT BANGUNIN GUE ?!!!” Ali menepuk jidatnya “Pantes kenapa gue bisa mimpi ditiban sama babi hutan”

“Ya gitu….bangsat lo emang…udah susah-susah dibangunin, malah disamain sama babi” ketus Kemal.

“Btw, thanks berat ye, padahal gue udah mikir kalo gue bakal mati disini”

“Lo ga boleh mati! Lo masih punya hutang beliin kaset Pokemon Z”

“Buset…masih diinget aja, gue ga akan lupa, suer!”

Ya memang kalau mereka sudah bertemu, yang mereka bicarakan hanya pokemon, pokemon, dan pokemon. Entah itu dari serial kartunnya, game, komik, hingga versi pornonya mereka bicarakan. Ibarat pisang dempet, mereka tidak terpisahkan. Kalo mau curiga, boleh aja, siapa tau ada fakta lain dibalik ini semua, misalnya saling tukeran kolor, mungkin ??

Kembali ke cerita, sambil beristirahat sejenak, Kemal mulai bingung bagaimana cara mereka sampai ke UNPAR.

“Lo ada ide kaga?” Kemal mulai membuka pembicaraan.

“Lagi ngga bisa mikir gue…belom makan…” Ali memang terlihat kurus.

“Nih gue ada roti, tapi…..”

Gelap mata. Ali langsung menyambar roti yg baru saja dikeluarkan Kemal dari tasnya. Dengan membabi buta, Ali memakan roti yg nasibnya sungguh tak beruntung itu.

“……kedaluwarsanya kemarin” lanjut Kemal.

Mata Ali kembali terbelalak. Ali langsung mengecek tanggal kedaluwarsanya dan memang itu tanggal di hari kemarin.

“Jadi…bodo amat ah” Ali sudah terlalu lapar.

Tiba-tiba gemericik hujan kembali terdengar. Disertai dengan angin kencang dan hujan besar pun mulai membasahi kota Bandung. Menyisakan dua pria lugu, polos, dan urakan , didalam pondok gelap, dan remang-remang. Berharap saja mereka tidak melakukan hal yg aneh-aneh.

“Gimana kalo kita berangkat sekarang ?” tiba-tiba Ali mengajak untuk melanjutkan perjalanan setelah menghabiskan roti bungkus beserta dengan plastiknya.

“Lo yakin ? Ditengah hujan begini ?”

“Yakin banget! Lagian pasukan musuh juga ngga akan patroli kalo ujan kayak begini” kata Ali sambil menepuk bahu Kemal.

Entah apa yg ada dipikiran Kemal. Dia langsung mengiyakan ajakan Ali. Secara bersamaan, mereka berdua meninggalkan tempat itu ditengah hujan besar.

Tapi yg ada mereka tambah menderita. Dimalam dingin seperti itu, dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan adalah sebuah kesalahan. Ditambah, hujan yg tadinya hujan angin biasa berubah menjadi hujan es.

Ibarat pokemon, mereka adalah Snorlax dan Psyduck. Emang ngga ada yg beres sama isi pikirannya masing-masing.

“Bos mereka sudah bergerak”

“Pantau terus ke arah mana mereka bergerak!” ujar Bryan.

Bryan sudah memantau pergerakan Kemal dari daerah Cihideung.

“Dapat dua mangsa, yang satu memang sasaranku dan yang satu lagi….” omongan Bryan terhenti, “akan kubalaskan dendammu padanya, Edge…”

Bryan dan Edge adalah sahabat kental dari SMP dulu. Kemana-mana selalu bersama, dari berangkat sekolah hingga mandi bareng (?). Kurang lebih sifat mereka mirip dengan Ali dan Kemal.

Bryan tentu kesal dengan kematian Edge ditangan Ali. Dia mendapatkan kabar itu setelah ada beberapa orang dari pasukan Edge yang datang padanya dan memberikan kabar menyedihkan itu. Setelah mendapat kabar itu, Bryan bersumpah akan menghabisi yg membunuh Edge, yg notabene itu adalah Ali.

Bryan melangkah ke arah senjatanya dan mulai mengisi senjatanya dengan peluru. Machine gun yang cukup besar, hanya dia tenteng dengan satu tangan, dan dia memiliki dua Machine gun.

“Semua berkumpul di ruang komando!” Bryan memerintahkan anak buahnya melalui interkom.

“Dengar semuanya, kali ini, kita akan benar-benar menghabisi orang. Kalian lihat dua orang bodoh ini ?! Ya, merekalah sasaran kita. Tapi jangan terkecoh dengan penampilan dan ketololan mereka, karena salah satu dari mereka berhasil membunuh Edge, sahabatku. Sekarang, serbu mereka berdua, SEKARANG JUGA!!!!” perintah Bryan.

“SIAP” semua pasukan serentak meninggalkan pos dan Bryan mengikuti dari belakang.

“Lihat saja Edge, akan kupenggal kepala anak itu demi membalaskan kematianmu” Bryan mengikrarkan janjinya dan mengepalkan tangannya ke atas. Disisi ini, Bryan terlihat lebih jantan dari Kemal dan Ali.

TOEEETTT!!! TOEEETTTT!!!

Suara sirine membahana di seluruh penjuru Jln. Sukajadi. Kemal dan Ali jelas tambah bingung. Apalagi Ali, mungkin luka dikepalanya membuat otaknya menjadi tambah sengklek.

“Udah imsak ya?” imbuh Ali sambil garuk-garuk kepala.

“Sekarang bukan bulan puasa, bego! Itu tandanya pasukan musuh sudah mulai bergerak!!” Kemal menyiapkan senjatanya tanda waspada.

“Lo tau dari mana mal?” Ali makin keheranan.

“Insting gue yg ngasih tau” jawab Kemal dengan keren. Tapi tampangnya lebih mirip dengan Tukul dibanding Van Damme.

Kemal dan Ali segera menyiapkan senjata dengan amunisi seadanya. Yang bisa mereka andalkan saat ini adalah senjata sniper milik Ali dan machine gun milik Kemal. Tentu dengan amunisi yg sudah menipis sekali. Amunisi peluru yg mereka punya saat ini untuk masing-masing senjata andalan hanya untuk 2 kali reload saja.

Untung mereka mengambil beberapa handgun dari pasukan musuh yg berhasil mereka tumpas. Setidaknya, untuk handgun mereka punya cadangan peluru lebih banyak.

“Kita pake handgun dulu aja, mumpung peluru yg kita rampas banyak” Ali mengidekan.

“Setuju..” Kemal pun mengiyakan pernyataan Ali.

Jika sudah dalam kondisi terjepit seperti ini, mereka bukan bagaikan Snorlax atau Psyduck lagi, tapi menjelma menjadi Blastoise dan Charizard. Entah mengapa, pikiran mereka mendadak kritis disaat seperti ini.

Benar saja, baru berjalan 10 langkah, pasukan musuh sudah ada di depan mereka dan mulai menembaki mereka berdua.

“Berlindung!!!” Kemal dan Ali langsung bersembunyi dibalik tembok-tembok bangunan.

Jumlah pasukan musuh yg begitu banyak membuat mereka harus menggunakan dua handgun sekaligus. Dan lucunya, akurasi menembak mereka mendekati 100%. Entah apa yg merasuki mereka. Berharap saja mereka kerasukan para pejuang Indonesia 1945.

Kemal dan Ali mulai balas menembaki pasukan musuh.

“Kem, taruhan yok, mau kagak?” tawar Ali.

“Ayok, mau taruhan apaan lo?” Kemal menerimanya dengan senang hati.

“Yang paling sedikit headshot-nya, harus nraktir makan sama minum di warung Bu Moes, gimana ?” sambung Ali.

“Deal!” Kemal menyanggupi tawaran itu.

Bisa-bisanya mereka taruhan dikala kondisi tertekan seperti ini. Tapi, itu bisa saja menjadi salah satu pemicu bagi mereka berdua untuk menumpas pasukan musuh dengan segera agar mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka ke UNPAR.

Pasukan musuh mulai berjatuhan. Bukan, mereka bukan turun dari langit. Kebanyakan dari pasukan musuh terkena tembak tepat di kepala mereka. Untuk lebih detailnya, persis diantara mata mereka naik sedikit. Itu sedikit membuat pasukan musuh mirip orang India.

“Apa-apaan ini?!!! Mereka hanya berdua, cepat habisi!!!” Bryan sudah kesal duluan. Berharap saja dia sedang PMS saat itu.

Pasukan musuh kembali memberondong mereka berdua. Untungnya, mereka lagi mengisi ulang senjata mereka saat itu.

“Ayo lagi!!!” Gue ngga akan kalah dari lo, Li!!” Kemal menembak dengan membabi buta.

“Lo harus nraktir gue Kem!!!” Ali sama semangatnya dengan Kemal.

Lagi-lagi tembakan mereka tepat dijidat para pasukan musuh itu. Itu semakin mempermudah pekerjaan mereka saat itu, meski ditengah hujan es.

Bryan yang sudah tanggung kesal, mulai mengeluarkan machine gun-nya. Tidak hanya satu, tapi dua sekaligus. Dan Bryan langsung menembakkan pelurunya dengan sembarangan, masa bodoh jika tembakannya mengenai pasukannya sendiri. Sekedar informasi, machine gun yang digunakan Bryan itu jenis machine gun yg bisa berputar bagian depannya.

“MATI KALIAN!!! MATI KALIAN!!!!” Mata Bryan melotot serasa mau copot.

“Waduh, kabur dulu Kem. Salah-salah kita kena berondong peluru om-om ajaib itu” Ali langsung menghindar.

“Buset deh, tunggu woy!” Kemal berniat untuk menyusul Ali. Terlambat, langkahnya terhenti akibat terjangan peluru Bryan.

Terpaksa Kemal berlari ke arah berlawanan dan mulai bersembunyi. Tersadar, hujan mulai berhenti. Dengan situasi seperti ini, mengalahkan Bryan akan menjadi lebih mudah.

“Li, lo siapin sniper lu, back-up gue” Kemal meminta pertolongan.

“Udah dari tadi, pas dipondok udah gue siapin” jawab Ali keras.

“KALIAN TIDAK BISA BERSEMBUNYI!!!!! HUAAHAHAHA!!!”

Bryan kembali menembakkan senjatanya dengan sembarangan. Wajar saja, persediaan pelurunya dia lilitkan ke badannnya. Mirip Rambo-lah sedikit, cuman yg ini versi jeleknya.

“Sip!” Kemal mengeluarkan machine gun-nya dan mulai membalas tembakan Bryan.

Tembakan dari Kemal cukup membuat Bryan melangkah mundur dulu mencari perlindungan. Hanya saja, Kemal harus pintar-pintar menggunakan pelurunya. Indahnya, Kemal mengikuti Bryan sambil menembak. Tanpa sadar, Kemal mengisi kembali senjatanya dan kembali menembaki Bryan.

“Hei bodoh, ingat sisa pelurumu..” Ali mengingatkan Kemal.

Kemal mendadak terdiam. Dia tersadar bahwa peluru disenjata yg dia pegang sekarang tinggal ada 40 buah saja. Dan itu sudah siap ditembakkan. Kemal hanya menepuk jidatnya akibat keteledorannya.

Kemal langsung berlari mundur, dan lagi-lagi menembakkan senjatanya hingga pelurunya habis. Kali ini, Kemal langsung melempar senjatanya. Disaat itulah, Bryan kembali muncul dan Kemal sudah bersembunyi tentunya.

“Dimana kau bodoh ?! KELUAR!!!” Bryan membentak mereka berdua.

Kemal dan Ali tentu tidak akan keluar dari tempat masing-masing. Dengan berbisik-bisik menggunakan HT, mereka berdua menyusun rencana.

“Li, gimana kalo lu tembak machine-gun tepat ditengah-tengah, masing-masing 2 kali? Supaya bisa merusak pemutar machine gun itu.” ujar Kemal.

“Bisa saja, tapi berikutnya apa?” Ali bingung langkah selanjutnya.

“Gue baru aja nemu senjata lain, mirip-mirip sniper, masih ada sisa 5 peluru lagi” sahut Kemal.

“Emang lo bisa pakenya, Kem?” Ali meragukan kemampuan Kemal.

“Mudah-mudahan….” jawab Kemal sekenanya.

Ali hanya bisa berdo’a semoga Kemal bisa menggunakan senjata yg baru ditemukannya itu. Ali mulai membidik senjata Bryan. Bodohnya Bryan, dia hanya fokus pada Kemal, tidak pada Ali.

BANG!!! BANG!!! BANG!!! BANG!!!!!

Ali menembak secara beruntun dua kali, dengan harapan 4 peluru yg dia tembakkan bisa merusak machine gun Bryan.

DZING!! DZING!!!

Suara pantulan peluru menggema. Itu tandanya peluru yg ditembakkan oleh Ali tepat mengenai machine gun Bryan.

“HAHAHAHA!!! MELESET, DASAR KAU BOCAH INGUSAN!!!!” Bryan dengan muka sengaunya mulai menarik pelatuk.

Sial baginya, pelatuk itu mendadak tidak bisa dia tarik. Pelatuknya menjadi keras. Usaha Ali untuk merusak machine gun Bryan berhasil dengan telak. Dengan kondisi seperti itu, Bryan malah membanting-bantingkan senjatanya dan kembali menarik pelatuknya dengan paksa.

Naas. Akibat menarik paksa pelatuk senjatanya, Bryan tidak sadar jika mesiu didalam peluru yg berada di senjatanya mulai terguncang dan terbakar. Akibatnya, senjatanya meledak dan peluru-peluru itu mulai terbakar dan menjalar ke tubuhnya. Hal ini disebabkan gara-gara peluru yg dia lilitkan di badannya dengan sengaja.

“ARRGGGHHH!! SIALAN KAU ANAK SETAN!!!!!” geram Bryan akibat ulah Ali.

“SEKARANG KEM!!!!” teriak Ali dari kejauhan.

Kemal mulai membidik secara hati-hati karena Bryan yg kepanasan itu tidak berhenti bergoyang-goyang. Tepat saat Bryan menghadapkan badannya, Kemal mulai melepaskan tembakan. Dia habiskan sisa 5 peluru itu.

Hasilnya lumayan, 2 peluru tepat mengenai perut Bryan, 1 peluru di ulu hatim dan 2 peluru tepat bersarang di jantungnya. Bryan terkapar dan tewas seketika. Dia gagal membalaskan dendam sahabatnya, Edge.

Kemal dan Ali mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Melihat Bryan yg tewas sedang dilalap api. Tanpa komando, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka ke UNPAR. Hujan sudah berhenti, dan matahari mulai bersinar kembali memancarkan cahaya harapan.

 

 

To be Continued……..

 

 

 

 

 

THE SOLDIER RECON 8 : A LONELY SOLDIER

Dengan susah payah gue melarikan diri dari kejaran pasukan musuh. Jumlahnya, tentu lebih banyak dari gue. Yang ada dipikiran gue bukan bagaimana gue sampai di tempat persembunyian rahasia, tapi bagaimana caranya gue bisa lolos dari kejaran mereka. Disamping itu, persediaan peluru juga mulai menipis menuju habis.

Di sepanjang Jalan Mohammad Toha tidak ada tempat sembunyi yg cukup luas. Hanya ada gang-gang kecil saja. Jujur saja, gue benar-benar butuh rekan disini untuk sebagai backing. Untungnya, gue bisa dibilang 98% kenal sama daerah ini, jadi setidaknya tahu beberapa spot yg aman. Untuk saat ini, posisi gue lagi di gang H. Akhsan, lokasi dimana SMA gue berada yg tentu bisa dijadikan tempat bermalam yg cukup aman.

“Sial tangan gue lecet” telapak tangan gue lecet parah, “Sejak kapan pager sekolah dipasang kawat berduri ??”

Bermodalkan senter yg ada di tas, gue berkeliling sekolah gue dulu. Pintu-pintu kelas terbuka dengan sangat lebar dan masih ada tas siswa-siswi disitu. Gue sangat yakin mereka terpaksa meninggalkan barang-barang mereka untuk melarikan diri.

Gue kembali berjalan sambil mencari ruangan yg lokasinya ada ditengah-tengah sekolah, supaya gue bisa menyalakan lampu dan tidak ketahuan oleh pasukan musuh. Dan gue tersadar, yg ada ditengah-tengah sekolah adalah lapangan upacara.

“NGUING! NGUING! NGUING!” terdengar suara sirene dari luar sekolah. Pasukan musuh masih mencari-cari gue. Tapi mereka berlalu begitu saja. Berarti tempat ini fix aman, dengan satu kondisi, tidak ada lampu sama sekali.

Setelah memastikan mereka berlalu, gue kembali mencari ruangan yg pas, dan pilihan gue adalah ruang guru. Kenapa ruang guru? Karena ruang guru letaknya ada tengah-tengah sekolah. Ngga tengah-tengah amat sih, tapi sudahlah. Gue menyalakan beberapa lampu di ruang guru. Terlihat masih ada tas-tas dan pekerjaan yg ditinggalkan.

Gue memutuskan untuk istirahat sejenak disini. Gue pun menurunkan tas gue dan mulai merogoh apakah masih ada yg bisa dimakan untuk malam ini. Dan yg gue temukan adalah makanan dan minuman yg sangat mewakili para pria sejati, Susu Ultra rasa strawberry dan roti srikaya.

Gue duduk di sofa ruang guru dan mulai memakan dua makanan terakhir yg ada di tas gue. Tentu dalam hitungan detik, dua makanan yg bernasib buruk itu sudah pindah lokasi ke perut gue. Setidaknya bisa menahan perut untuk tidak lapar meski cuma sementara. Gue pun mengeluarkan sebungkus rokok yg sengaja gue bawa pas pergi dari pos.

Gue menyalakan rokok dan mulai menghisapnya. Kondisi ruang guru yg sepi dan sendu ini, tanpa sengaja membuat gue kembali mengingat masa-masa dulu saat gue bersekolah disini. Dari awal pertama masuk sebagai siswa baru, bertemu dengan Kemal, Ali, Medina, Rere, dan Frank, menjadi artis satu sekolah gara-gara selalu jadi incaran guru-guru BK gara-gara kabur terus dari razia, hingga saat-saat kelulusan dan perpisahan. Malam itu menjadi malam yg cukup sendu. Gue hampir saja menangis mengingat masa-masa itu.

Rasa ingin bernostalgia pun muncul, yg berujung gue kembali berkeliling sekolah. Dari ruang guru, ruang BK, ruang kepsek, sekretariat ekstrakulikuler, WC (?), kantin, mesjid, hingga kelas-kelas yg pernah gue isi.

Semua tampak sama, hanya bentuk fisik saja yg berubah. Ruang kelas menjadi dua tingkat, kantin direnovasi, dan GSG yg sudah jadi. Untuk yg kantin, gue menemukan beberapa warung yg masih terbuka. Dengan uang yg gue simpan di baju gue, gue memilih makanan dan minuman yg bisa jadi persediaan gue nanti. Tentu, gue meninggalkan pesan disitu dan menaruh uangnya.

Banyak sekali kenangan-kenangan di sekolah ini. Tapi, gue ngga bisa terus-menerus mengingat masa lalu. Gue harus terus menjalankan misi-super-penting ini. Pada saat ini, gue cuma bisa berharap kalau almamater gue, junior-junior gue, guru-guru, kepsek, penjaga sekolah, satpam, hingga paman dan bibi kantin semuanya selamat. Gue dan teman-teman gue akan mengakhiri mimpi buruk ini dengan segera.

Gue mematikan rokok persis di depan ruang guru dan memutuskan untuk membersihkan senjata agar besok kondisinya prima. Sambil membersihkan senjata, gue berpikir beberapa strategi dan alternatifnya agar cepat sampai di UNPAR.

Jam sudah menunjukkan pukul 12:17. Gue memutuskan untuk tidur sejenak untuk memulihkan kondisi dan stamina supaya besok tetap fit. Dan gue pun terlelap.

Satu jam……

BUM!!!!

Sebuah dentuman keras terdengar dari arah selatan, yg jelas membuat gue terbangun dan berjaga-jaga. Gue keluar ruangan dan ada kepulan asap dan api yg berkobar. Gue berasumsi pasukan musuh mulai menghancurkan setiap bangunan yg bisa saja gue jadikan tempat sembunyi.

Daripada sekolah gue menjadi sasaran, gue akhirnya meninggalkan sekolah gue. Dengan rasa sedih bercampur rindu, gue kembali memanjat pager sekolah dan mulai kembali berlari. Kembali melarikan diri dari pasukan musuh.

Gue berlari menuju arah utara dan memasuki jalan kecil. Disitu ada sedikit bercak-bercak darah yg sepertinya sudah agak lama.

Sepertinya sempat terjadi pertikaian antara warga dan pasukan musuh” pikir gue dalam hati. Cukup berani juga warga sekitar sini. Biasanya mereka kalem-kalem aja mirip kukang. Gue ikuti bercak darah itu, siapa tau bercak darah itu menuju ke suatu tempat atau orang yg gue kenali.

Naas. Bercak darah itu berhenti di sebuah penampungan sampah dan ada mayat disitu. Mayat laki-laki, dan tersadar gue kenal dengan mayat itu. Dia adalah Bang Ramli, penjaga sekolah gue. Gue kehabisan kata-kata. Gue memutuskan untuk mencari pemakaman setempat untuk memakamkan Bang Ramli dengan layak.

Akhirnya di dekat pom bensin daerah situ, ada pemakaman kecil. Dengan susah payah, gue menggali tanah disitu dengan pelan agar tidak ketahuan pasukan musuh yg masih patroli. Setelah terlihat cukup dalam, gue mulai mengkafani Bang Ramli dengan menggunakan seprai dari rumah warga sekitar. Kurang lebih sekitar 45 menit, gue beres memakamkan Bang Ramli. Dengan bunga seadanya, nisan dari kusen pintu yg lapuk, tinta dari spidol yg gue temukan di pinggir jalan. Sungguh kasihan Bang Ramli, mudah-mudahan dia korban terakhir dari kekejaman terorisme ini. Gue mendoakan Bang Ramli agar dia mendapatkan balasan baik dan setimpal dari Yang Maha Kuasa.

Gue mulai meninggalkan pemakaman itu dan kembali melanjutkan perjalanan.

“Capek! Dimana sih tempat persembunyian itu ?” gue mulai bergumam. Gue tersadar yg gue bawa adalah peta buta, tidak ada keterangan apa-apa disitu. Yg ada hanyalah lingkaran berwarna merah yg menandakan lokasi persembunyian rahasia.

Sambil membayangkan daerah yg gue lewati, gue mulai menyadari bahwa lokasinya sudah dekat. Tempat persembunyian itu ada di daerah Lengkong. Merasa sudah dekat, akhirnya gue berlari. Gue sudah membayangkan disana ada persediaan makanan, senjata, dan peluru.

Apa yg ada dibenak gue tidak sama dengan kenyataan. Lokasi Lengkong sudah hangus terbakar. Tak ada yg tersisa disitu. Dendam tersulut di dalam hati gue. Kesal, amarah menguasai emosi gue. Tapi sengaja gue simpan untuk gue lampiaskan nanti pada pasukan musuh.

Gue kembali berjalan. Meninggalkan daerah Lengkong yg sudah tidak aman, menuju arah utara. Dengan rasa kesal yg masih memuncak, gue berjalan melewati Jalan Karapitan menuju Jalan Sunda. Tentu tetap melihat sekeliling, mencari bangunan yg masih layak untuk dijadikan tempat beristirahat dan bersembunyi.

Bukan tempat sembunyi yg gue temukan, malah pasukan musuh yg menemukan gue.

“Itu dia! Tembak!!” komandan mereka memerintahkan untuk menembak.

“Sial! Sial!” gue terpaksa berlari untuk menghindari terjangan peluru yg mereka lepaskan. Dan, DOR!! Tangan kiri gue terkena tembakan. Gue pun tersungkur, untungnya gue jatuh tepat di blind spot mereka. Sehingga gue bisa mencari jalan memutar. Gue tidak bisa melanjutkan terus, karena tembakan tadi mungkin saja membuat pasukan musuh yg mungkin ada di depan gue nanti, malah mendatangi gue. Gue kembali memasuki gang kecil dan kembali ke arah sekolah gue.

Sambil berlari, gue mengikat tangan kiri gue agar pendarahannya berhenti. Gue sengaja melewati jalan-jalan tikus guna menghindari kejaran pasukan musuh. Sesekali gue berhenti untuk melakukan operasi dadakan untuk mengeluarkan peluru dari tangan kiri gue. Hanya sekali operasi dadakan, gue sukses mengeluarkan 3 peluru yg bersarang di tangan kiri gue.

Bermodalkan alkohol dari UKS sekolah, gue menyiramkan alkohol itu ke luka gue. Perih memang, tapi demi kesembuhan tangan gue. Perih karena alkohol masih biasa, karena masih ada yg lebih perih. Itulah yg terlintas dibenak gue. Sesekali gue mengumpat pada diri sendiri kenapa gue jomblo kelamaan.

Kembali ke cerita. Setelah gue beres memberi alkohol pada luka gue, gue menutup luka gue dengan lengan baju sebelah kanan supaya luka gue tetap steril. Tentu, lengan baju itu gue kasih alkohol juga.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.05, sudah hampir satu jam gue berlari. Gue berlari tidak tahu arah, yg penting selamat. Satu hal yg gue sadari adalah, gue sampai di alun-alun kota. Disitu ada satu gedung yg nampaknya sudah tidak terpakai lagi.

Gue terpaksa mencari pintu masuk gedung, yg ternyata gue kenali adalah gedung Palaguna Plaza. Beruntung, ada satu rolling door yg seperti baru ditutup oleh seseorang. Gue membuka sedikit rolling door itu, dan gue merayap untuk memasukinya. Demi keamanan, gue mengunci rolling door itu dengan linggis yg gue bawa. Entah apa yg ada dibenak gue untuk bawa linggis saat itu, tapi yg pasti linggis itu berguna untuk saat ini.

Dengan terengah-engah gue kembali menyusuri gedung Palaguna Plaza. Dan pada satu titik, gue menemukan ada jejak sepatu boots yg bercampur dengan lumpur. Dan itu menuju arah bioskop Palaguna.

Penuh kehati-hatian dan kewaspadaan ekstra, gue mengikuti arah jejak sepatu itu. Meskipun semakin lama semakin hilang, namun lumpur yg ada dijejak itu masih terlihat jelas. Gue menyiapkan handgun gue.

Terdengar, ada suara seseorang yg juga mengokang senjatanya. Hanya ada dua kemungkinan, yg pertama adalah pasukan musuh, atau kedua, warga setempat yg melengkapi dirinya dengan senjata.

Gue berjalan perlahan. Dan gue mendengar ada derap sepatu yg mengendap juga. Gue menempelkan badan gue di sebuah tembok. Gue yakin orang ini ada persis di sisi lain tembok ini dan bersebelahan dengan gue. Dengan cepat, gue meloncat dan menodongkan senjata. Hasilnya, mengejutkan.

“Frank ??!”

“Zi..Zico ?!!”

 

To Be Continued…..