THE SOLDIER RECON 7 : SOLDIER’S GREATEST FEAR

Langkah-langkah kaki menggema dimana-mana. Jumlah yg tidak sedikit pastinya. Sudah jelas langkah-langkah itu sedang mencari seseorang yg mungkin akan mengancam dan mungkin menggagalkan rencana yg sudah mereka susun rapi. Tentu jika rencana ini gagal, sang pimpinan tertinggi, Puce, akan marah besar.

Ya, setidaknya itulah kondisi yg dihadapi oleh Kemal. Dia harus sembunyi dulu sekarang dari pasukan musuh.  Entah sudah berapa yg dia tumpas, tapi jumlah pasukan musuh makin lama malah semakin banyak. Ditambah persediaan peluru yg makin menipis dan suasana yg semakin gelap.

“Sial! Kenapa gue harus sendirian sih disini? Di bukit pula ?!”

Kemal mulai sedikit protes dengan keputusan Rere sebelumnya. Seharusnya dia menolak untuk beroperasi sendirian di daerah perbukitan seperti ini.

“Gue harus nemu tempat sembunyi lainnya.”

Kemal sebenarnya sudah menemukan tempat persembunyian di daerah Cihideung. Namun, tempat itu hancur berantakan. Sepertinya pasukan musuh mengetahui itu adalah tempat persembunyian rahasia. Terlihat ada bekas jejak kaki orang lari-lari kepanikan, disertai jejak kaki sepatu boots. Persedaan peluru yg diinformasikan pada Kemal pun raib semua.

Kemal kembali berlari. Karena berisik, keberadaannya diketahui oleh pasukan musuh. Dengan sisa tenaga yg ada, Kemal berlari sekencang-kencangnya. Karena terlalu panik, Kemal terperosok ke sebuah lembah curam yg cukup dalam.

“Aw! Aw! Aduh!” Ada beberapa dahan pohon dan semak-semak yg tepat mengenai selangkangan Kemal. Jika dia terus dalam kondisi itu, impoten akan menghampirinya. Ada satu dahan pohon yg cukup besar dan itu tepat menghantam “burung”-nya.

Kemal tak bersuara karena hantaman itu cukup keras. Dia hanya berharap tidak menjadi mandul gara-gara dahan sialan itu. Namun sisi baiknya, pasukan musuh mengira Kemal sudah mati jatuh ke lembah itu.

“Ke…..sempat..an..bu..bu…buat…..kab..burr” Kemal kembali melangkahkan kakinya, tentu sambil memegang selangkangan yg menjadi korban hari itu gara-gara jatuh ke lembah curam. Perih dan panas. Itulah yg Kemal rasakan saat ini.

Sambil menahan rasa sakit, Kemal terus berjalan ke arah selatan. Beruntung baginya, dia menemukan sebuah pondok kecil dengan cahaya lampu yg remang-remang.

“Sepertinya gue bisa menggunakan tempat ini untuk beristirahat” gumamnya. Kemal sudah terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan ke UNPAR. Kemal butuh istirahat setidaknya hingga 1-2 hari kedepan untuk melanjutkan misinya.

Kemal merogoh tas yg dia bawa, sembari berharap ada secercah makanan yg bisa dia konsumsi untuk malam itu.

Nihil. Yang Kemal dapatkan hanyalah bungkusan-bungkusan coklat bar saja. Muncul dibenaknya ada orang-orang India yg mengejeknya sambil mengucapkan “Mulai lapar! Mulai lapar!” dari sebuah iklan. Iklan yg sangat menyebalkan.

Cacing diperutnya mulai berdemo minta makanan. Terpaksa, Kemal melihat sekeliling apakah ada yg bisa dimakan. Dan, dia menemukan dua kaleng sup yg masa kedaluwarsanya hari itu juga.

Dengan sangat hati-hati, Kemal menyalakan api dari sisa-sisa karpet yg ada di pondok itu dan sebongkah batu yg dia gesek-gesekkan dengan pisau. Kali ini Kemal lebih mirip manusia primitif dibanding dengan seorang tentara.

“Susah sekali bertahan hidup di kondisi seperti ini” keluhnya pada gantungan kunci Pokemon kesayangannya, Eevee. Hanya Eevee yg menemani Kemal malam itu. Kasihan memang, tapi jomblo memang seperti itu.

Sesekali Kemal mengaduk dua kaleng sup yg bernasib naas itu.

“Kupikir sudah matang….” Kemal mencicipi sup itu, “Sempurna! Seharusnya gue jadi koki saja daripada menjadi tentara”

Dengan cepat, Kemal mengangkat panci – atau lebih tepatnya helm perang—supaya supnya tidak terlalu matang dan mulai menyantapnya layaknya binatang buas. Panas-panas di lidah tidak seberapa dengan asupan makanan yg masuk ke dalam perut tercintanya, yg memang sedikit tambun. Bilangnya sih, disitu tersimpan cita-cita dan harapan.

Sesekali Kemal melihat keluar. Suasana malam yg sangat syahdu tapi tidak dengan kenyataan sekarang ini.

Apa gue cabut aja dari pondok ini ?”  Kemal berpikir untuk meninggalkan tempat itu dan kembali melanjutkan perjalanannya. Kemal berada dalam posisi dilematis. Dia dihampiri oleh rasa takut, entah itu takut dihabisi oleh pasukan musuh, diterkam hewan buas, atau bertemu hantu. Yg jelas Kemal merasa takut pada malam itu.

Akhirnya setelah berdebat dengan teman satu-satunya, Eeeve, Kemal memutuskan untuk pergi dari situ sekarang juga. Dengan perlahan-lahan dia menyusuri jalan kecil di lembah itu, sambil berpikir bagaimana caranya dia bisa naik kembali ke atas dan mencari tempat persembunyian lainnya.

Dengan akar rotan yg dia sering temukan, Kemal menyambungkannya menjadi sebuah tali yg panjang dan membuat laso dengan itu. Namun, karena basah, kesulitan untuk mengaitkan laso itu ke sebuah dahan menjadi pekerjaan yg sangat sulit. Akhirnya, Kemal menggunakan bra yg dia temukan disitu dan berhasil.

Sedikit demi sedikit Kemal naik dan sampai diujung lembah. Dia menyadari kalau dia ada di kompleks perumahan yg sudah sepi. Kemal melihat ke sekelilingnya dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Berarti, daerah itu aman untuk dilewati.

Dengan penerangan seadanya dari lampu-lampu jalan disitu, Kemal mulai sedikit berhalusinasi. Dari pohon yg dia sangka adalah bapaknya hingga kucing bermuka Ali. Kelelahan dan rasa takutnya mulai membuat Kemal paranoid. Rasa kantuk pun mulai menguasainya.

Perjalanannya semakin terasa cepat, karena jalanannya menurun. Dengan segera, Kemal sudah sampai di terminal Ledeng. Tapi tempat itu terlalu terbuka untuknya untuk beristirahat dan sangat berbahaya. Mau tak mau, Kemal kembali harus berjalan turun.

Anehnya, disekitar jalan Setiabudi dan sekitarnya, tidak ada tanda-tanda keberadaan pasukan musuh. Sepi sekali disitu. Menjadi sebuah keuntungan bagi Kemal untuk mencari tempat persembunyian dengan lebih leluasa. Hanya saja, jalanan disana sudah sangat parah. Entah itu karena ledakan atau kendaraan berat yg lewat.

Sialnya, Kemal tidak bisa meneruskan jalan ke arah UNPAR karena jalanan di dekat Borma Setiabudi berlubang cukup dalam. Lubang itu bisa saja menewaskan Kemal jika dia terjerembab ke dalamnya. Kemal harus memutar mau tak mau.

Ternyata, tidak hanya sampai disitu. Jalanan Setiabudi bukan berlubang, tapi lenyap. Jalanan aspal disitu benar-benar hilang. Sepertinya dirusak oleh pasukan musuh agar para tentara dan tentara khusus ini tidak mudah untuk mendekat. Terpaksa, Kemal terus berjalan turun menyusuri jalanan panjang disitu.

Matanya sudah tak mampu menahan rasa kantuk yg begitu berat. Tapi, Kemal harus tetap waspada. Keselamatannya tidak ada yg bisa menjamin kecuali dirinya sendiri. Berjalan dan terus berjalan, itulah yg dilakukan Kemal daritadi. Tak ada rasa ingin kencing atau boker. Jangankan untuk dua kegiatan sakral itu, merasakan kaki sendiri saja sudah sulit.

Samar-samar, Kemal kembali menemukan sebuah pondok. Kali ini tempatnya jauh lebih aman, karena sangat-sangat terpencil. Pondok itu tak jauh lokasinya dengan PVJ tapi harus berjalan jauh ke dalam dan pondok itu ditutupi rumput-rumput ilalang yg sangat tinggi menjulang dan semak-semak belukar.

Dengan tenaga yg tersisa, Kemal memanjat pagar pondok itu dan mulai merangsek masuk melewati ilalang dan semak belukar itu. Sengaja Kemal tidak memotong ilalang itu, supaya pondok itu tidak diketahui oleh pasukan musuh.

Pintu pondok itu tidak terkunci sama sekali, tapi Kemal menyadari ada jejak sepatu yg masuk ke dalam pondok itu.

“Lagi kyk gini aja gue harus waspada, apes bener deh gue” kata Kemal sembari mengokang senjatanya untuk berjaga-jaga.

Karena terlalu gelap, Kemal mengeluarkan senter dari sakunya. Ada bekas-bekas darah disitu. Dan darah itu masih segar sekali. Kemal berasumsi bahwa orang itu baru saja masuk ke pondok beberapa saat sebelum dia.

Kemal mulai mengendap-ngendap sambil mengikuti ke arah mana darah itu. Di pojokan dia menemukan seseorang dan hampir saja menembaknya. Untung Kemal masih bisa menahan tenaganya untuk menarik pelatuk senjatanya. Karena, orang yg sedang terduduk lemas disitu adalah orang yg dia kenal.

Kemal hanya bisa berucap kecil….

“A…Ali……??”

To Be Continued…….

Leave a comment