THE SOLDIER RECON Chapter 1 : The 2nd Generation

“Bu, kopi hitam satu ya bu, ngutang dulu” ucapku pada ibu-ibu warung penjaga kopi. Gue memang udah sering banget ngutang di warung Bu Moes. Entah udah berapa kali gue ngutang di warung ini. Kalo diitung-itung kayanya sepatu original Lionel Messi udah kebeli deh.

“Iya den, utangnya jadi Rp. 55000 yah, sama yg bulan kemaren kan belom” kata Bu Moes. Utang gue jadi berlipat ganda. Gue lupa bayar utang yg bulan kemaren gara-gara duitnya kepake buat beli celana dalem alias kolor.

Oya, nama gue Zico. Gue seorang penjual jaket klub bola dan tukang design logo serta jaket yg merangkap sebagai mahasiswa. Udah 4 taun gue jadi mahasiswa disalah satu universitas swasta yg terkemuka di Bandung, yakni UNPAR. Gue punya temen tongkrongan yg memang dateng dari berbagai angkatan dan jurusan disini. Kemal, seangkatan sama gue cuman dia lebih muda gara-gara waktu SMA dia aksel dan dia menyesal gara-gara itu. Ali, satu angkatan lebih muda daripada gue, anak akuntansi tapi pikirannya nyeleneh dan pecicilan. Rere, seangkatan dengan Ali, cewek rajin dan emang pinter. Frank, tiga angkatan lebih muda daripada gue, pikirannya lebih nyeleneh dan sering banget ketiban sial. Terakhir, Medina, seangkatan dengan Frank, sama kayak Rere, dia termasuk anak yg rajin.

“Tumben sendirian den” kata Bu Moes. Gue tersadar dari lamunan gue.

“Iya bu, lagi libur juga sih jadi banyak yg pulang kampung” timpal gue. Bu Moes memang kenal deket dengan temen-temen gue.

“Tapi katanya hari ini anak-anak mau pada kesini, malem tapi bu” kata gue. Gue baru dapet sms kalo temen-temen gue mau ke Bandung. Sialnya, gue yg cabut ke Bogor.

Hari itu memang di warung Bu Moes kosong banget. Gue emang biasa nongkrong disini sama temen-temen gue. Sialnya, pada pulang kampung semua. Cuman gue yg tinggal disini sendirian. Untungnya, gue ada rencana pergi ke Bogor nyusulin keluarga gue yg udah liburan duluan. Dasar sial.

“Bu, aku pergi dulu yah bu, mau ke Bogor nih” kata gue “Takut ketinggalan travel”.

“Iya den, jangan lupa bayar utang yah nanti” timpal Bu Moes. Soal utang emang Bu Moes juaranya. Kontradiktif banget kalo dia ngga ada kembalian, suka lupa.

Gue memutuskan cabut dari warung Bu Moes. Travel gue berangkat jam 3 sore sebenernya, cuman takut macet jadi gue berangkat dari jam setengah 2 siang. Mending kecepetan daripada terlambat, betul ?

Gue jalan kaki dari tempat warung Bu Moes ke travel karena lokasinya ngga jauh-jauh amat. Yah, cukup bikin berkeringat sih tapi ngga sampe bau badan kok. Kalo sampe bau badan juga, bisa ikut mandi di tempat travelnya. Ngga lucu kalo udah di bus travel, badan kita baunya mirip-mirip sama kambing, yg ada ntar diturunin di jalan tol. Gue berharap cepet sampe di travel dan bisa istirahat di travel barang setengah jam.

Namun, angan-angan tinggalah angan-angan. Gue tiba-tiba disekap dan ditarik ke dalem mobil hitam. Di dalem mobil, mata gue ditutup dan tangan gue dipegang keras.

“Ikut saja dan jangan banyak bicara” kata salah seorang diantara mereka.

Daripada kenapa-kenapa, gue ikutin aja perkataan mereka. Mudah-mudahan aja mereka dengan berbaik hati mau nganterin gue ke Bogor. Mobil melaju sangat cepat, cepat menuju ke ngebut. Kayaknya emang ada sesuatu yg penting mengenai gue. Gue berharap ini bukan hal-hal yg berkaitan dengan orang tua atau keluarga gue. Gue paling ngga suka kalo keluarga gue kenapa-kenapa.

Kondisi di dalem mobil bener-bener sunyi. Dengan sedikit keberanian, gue mulai bicara,

“Mmmm….maaf pak….boleh sedikit putar musik?” tanya gue “Agak sepi disini”

“Baiklah, jika memang itu kemauanmu” kata salah seorang diantara mereka. Dan lagu ABG Tua berkumandang dalam mobil itu. Yaa, dangdut tak apalah daripada lagu-lagu alay layaknya lagu J****n B****r.

Selama dua jam perjalanan dalam mobil, mata gue masih tertutup. Bahkan, pipis pun mata gue masih ditutup. Lagu di dalem mobil pun masih berputar antara ABG Tua-nya Fitri Carlina dan Tega-nya Meggy Z. Ngga lama kemudian, gue ditarik keluar dari mobil dan digiring ke sebuah ruangan. Gue tau itu ruangan karena kedenger ada suara orang.

Dengan kasar, gue didudukkan di kursi secara paksa.

“Sekarang buka penutup mata kalian!” kata seseorang tapi gue sangat-sangat kenal dengan suaranya. Akhirnya, gue buka penutup mata gue.

Gue melihat ke sekeliling gue. Dan yg gue liat adalah muka-muka yg familiar bagi gue. Tak lain dan tak bukan, mereka adalah Kemal, Ali, Medina, Frank, dan Rere.

“Kalian??” tanya gue heran, “Kok kalian ada disini?”

“Lu sendiri ngapain disini ?” tanya Ali.

“Dan yang didepan itu……..” kata Rere.

“NIKO!!” sahut kita semua. Niko merupakan teman kita, namun akhir-akhir ini dia jarang keliatan, bilangnya sih ada urusan penting.

“Halo” katanya “Maaf untuk sebelumnya untuk memaksa kalian memakai penutup mata, karena markas ini sangat rahasia”

“Lu ngapain disitu, Nik?” tanya Frank.

“Gue sebenernya agen rahasia dan pimpinan Unit Rahasia Sektor 1077” timpalnya, “Dan gue punya misi khusus untuk kalian sebagai generasi ke-2 Soldier Recon Squad.”

“Generasi ke-2 ?” timpal Ali “Memang ada yg generasi ke-1 ? Kemana mereka ?”

“Ada” jawab Niko “Tapi mereka sudah tiada bertahun-tahun yg lalu saat zaman peperangan dan kudeta”

“Ada apa sih sebenernya dan misi apaan Nik?” tanya Medina “Gue bener-bener bingung”

“Beruntunglah kalian ada disini” kata Niko.

“Kok beruntung ?” tanya gue.

“Ya, sesaat kalian sampai disini, Kota Bandung baru saja diserang oleh gerombolan teroris dibawah pimpinan Puce” kata Niko.

“Puce ?” kata Rere “PUCE KAMU BILANG??!!” tiba-tiba suaranya meninggi.

“Kenapa, Re?” kata Ali, “Siapa dia ?”

“Dia gembong teroris yg emang diburu di semua negara” timpal Rere, “Bahkan namanya masuk didaftar buronan Interpol”

“Ya kau benar Re” kata Niko membenarkan Rere, “Dan dia berencana untuk menjadikan Kota Bandung sebagai kota mati secara perlahan-lahan jika Pak Presiden tidak memberikan kekuasaan padanya”

“Jadi, tujuan kita disini adalah……” potong Medina

“Ya” timpal Niko, “Kalian gue rekrut untuk menggagalkan rencana itu dan hanya dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan”

Suasana menegang. Gue tegang. Kemal tegang. Ali tegang. Rere tegang. Medina tegang. Cuma Frank yg beda, dia kejang-kejang. Gue sadar kalo dia belum minum obat hari ini.

“Bagaimana dengan penduduk di Bandung ?” kata Frank setelah sembuh dari kejang-kejangnya “Apa mereka tahu hal ini ?”

“Sebagian besar dari mereka dijadikan sandera” lanjut Niko, “Kabar buruknya, mereka menjadikan UNPAR sebagai markas mereka dan semua sandera dikumpulkan disana”. Sial. Benar-benar sial. Semua teman-teman kami pun dijadikan sandera. Dan kami berenam ditugaskan untuk membebaskan mereka.

“Putri !” panggil Niko “Tolong berikan berkas-berkas mengenai teroris ini pada mereka”

“Baik” sahut Putri. Dia adalah asisten Niko.

“Sekarang kalian akan dibawa ke…..” kata Niko.

“Tunggu sebentar” kata Kemal, “Ada ruang diskusi disini ? Kami ingin ngobrol sebentar”

“Ada di seberang ruangan ini” sahut Niko.

“Oke kalau begitu” kata gue “Tapi kami ngga pingin diganggu, bisa kan ?”

“Bisa, kalo itu emang pinginnya kalian” timpal Niko.

Secara serempak, kami langsung masuk ke ruang diskusi disitu. Dan kami mulai bertanya bagaimana kami bisa sampai disini.

“Jangan bilang kalian dibawa ke sini oleh orang-orang berjas hitam” kata gue untuk memulai obrolan.

“YA!!” secara serempak Kemal, Frank, Rere, Medina, dan Ali menjawab.

“Lu pada lagi dimana pas dibawa ?” tanya gue “Gue dibawa pas lagi mau ke pool travel

“Gue pas keluar dari bandara banget” jawab Kemal.

“Gue pas lagi pake sepeda dari Cimahi” timpal Ali.

“Gue lagi turun dari travel mau naik angkot” jawab Rere.

“Gue pas beres makan di Ciwalk” kata Medina.

“Gue pas keluar kamar mandi” sahut Frank, makanya ini cuman modal handuk sama boxer doang”. Dari sekian banyak tempat, emang Frank yg paling aneh.

Gue tersadar kalo mereka berlima udah di Bandung pada saat mau dibawa kesini. Cuma gue yg mau pergi dari Bandung.

“Ini bener-bener berat banget bagi kita” kata Medina, “Kita ngga tau apa-apa dan tiba-tiba disuruh untuk numpas teroris, cuma 4 bulan lagi”

“Bangsat” kata Frank, “Mau ngga mau nih kita jalanin ini misi, pulang pun di luar udah ngga aman”

“Gue ngga mau jalanin misi ini !” tiba-tiba Kemal marah “Ini ngga ada kaitannya sama kita !”

“Setuju gue sama Kemal” Medina senada dengan Kemal.

“Gue juga” ucap Rere.

Kondisi di ruang diskusi ini makin ngga kondusif, Ali cuma diem aja karena dia diantara setuju dan ngga setuju, begitu juga dengan gue.

“Tapi jika kita mundur sekarang, siapa yg akan nyelametin temen-temen kita di kampus ?” kata gue “Apa kita bakal ninggalin mereka gitu aja dan jadi korban kebengisan teroris-teroris sialan itu ?”

Kemal, Medina, dan Rere terdiam. Sepertinya mereka mulai mengerti sedikit kenapa kami harus menjalankan misi ini.

“Bagaimana kalo kita panggil Niko kesini, apa alesannya kita harus jalanin misi ini” kata gue. Memang ini harus ada penjelasan tentang misi ini.

“Silahkan” serempak semua temen-temen gue menjawab.

Gue keluar ruangan untuk manggil Niko. Niko pun masuk berbarengan dengan gue. Kita semua pingin ada penjelasan tentang ini.

“Jadi begini teman-teman, kalian tau permainan Soldier Recon ?” tanya Niko sebelum melanjutkan penjelasannya.

“Kami tau” kata Ali “Memang kami sering main itu di Gamezone, bahkan kelompok kami juara nasional untuk perlombaan game itu”. Memang kami berenam sangat adiktif buat game FPS yg satu ini. Bahkan Rere sama Medina juga bisa dibilang ahli.

“Nah, atas dasar itulah kalian terpilih” lanjut Niko, “Statistik kalian diatas rata-rata”

“Hanya dari situ, kalian memilih kami ?” sergah Kemal ngga percaya “Itu kan hanya game, kenapa dikaitkan sama keadaan nyata ?”

“Masih belum selesai, statistik didalamnya memuat keahlian kalian” lanjut Niko “Apa kalian masih memegang ID Card Soldier Recon ?”

Kami semua mengangguk. Kami tersadar kalau kartu memang tidak pernah keluar dari saku celana kami. Kami merogoh saku dan menunjukannya pada Niko.

“Dalam kartu itu, tersimpan data-data kalian, dan data kalian masuk di database ini” kata Niko.

Niko mengeluarkan sebuah card reader dan memasangkannya pada infokus. “Coba pinjam punya lo, Re”

Rere memberikannya pada Niko dan Niko mulai memasukkannya ke alat tersebut. Tak lama, muncul tampilan data diri dan hal-hal lainnya tentang Rere.

“Lihat, kartu ini menyimpan keahlian kalian dalam game ini” lanjut Niko “Sekarang, berikan kartu kalian, mari kita lihat keahlian kalian yg sebenarnya”

Dalam layar tertulis Rere memiliki keahlian untuk menyusun dan mengeksekusi strategi serta ahli dalam menggunakan handgun. Medina memiliki keahlian menggunakan senjata sub-machine gun. Keahlian Frank dalam men­-defuse bom juga terlihat sangat jelas. Keahlian Kemal dalam menggunakan machine gun dan shotgun juga ada. Keahlian Ali dalam menggunakan sniper rifles terpampang jelas. Dan keahlian gue dalam menggunakan knife dan rifles juga terlihat disana.

“Gue baru inget satu hal” cerocos gue, “Senjata dalam Soldier Recon kan disesuaikan sama senjata yg asli”

“Ah, iya bener” kata Ali “Makanya ada banyak device senjata disitu”

“Akhirnya kalian mengerti juga” potong Niko, “Selain itu, meski diantara kalian ada yg datang dari luar Bandung, kalian mengerti seluk beluk Kota Bandung. Gue yakin kalian punya banyak cara untuk sampai ke UNPAR”

“Kemana prajurit yg lain ?” tanya Medina

“Prajurit kami sudah terlalu banyak yg gugur dilapangan dalam berbagai misi pembebasan dan menjaga kedamaian, meskipun ada yg selamat, mereka pulang dalam keadaan cacat” tambah Niko.

Kami sudah tidak bisa mengelak lagi. Kami memang harus menjalankan misi ini, mau tidak mau dan suka tidak suka. Sebuah jalan yg sulit untuk dilalui.

“Terima kasih bro penjelasannya” kata Frank.

“Selow bro” kata Niko, “Semoga sukses dan kalian diijinkan untuk mengakses ruang senjata mulai dari sekarang. Silahkan pilih senjata yg sesuai dengan keahlian kalian”

Kata-kata terakhir Niko mengisyaratkan kami harus menjalankan misi ini. Sepeninggal Niko, kami belum beranjak dari ruang diskusi ini. Pikiran kami bukan hanya bagaimana menyelesaikan misi ini hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan, tapi nasib teman-teman kami yg dijadikan sandera di kampus dan baru saja terdengar kalau Puce, selaku pimpinan teroris, sudah mengancam akan membunuh seluruh sandera jika Pak Presiden tidak memberikan kekuasaannya dalam kurun waktu 3 bulan. Jelas, keluarga-keluarga dirumah pasti khawatir.

“Bagaimana ? Pilihannya, kita jalankan misi ini dan gagalkan rencana teroris itu atau tinggalkan misi ini tapi nyawa teman-teman kita jadi taruhannya dan ketentraman Bandung terancam ?” tanya gue, “Gue bakal jalanin misi ini, siapa yg mau ikut gue ?”

Semua diam. Tidak ada yg mengajukan diri dan tidak ada yg mau bergabung. Mereka masih nginget-nginget teman-teman mereka apa jadinya nanti kalo tidak selamat. Gue masih menunggu, jika masih tidak ada, gue akan jalanin misi ini sendirian.

“Jadi, cuma gue sendiri aja nih yang……” kata gue tapi keburu dipotong sama Ali.

“Gue ikut” potong Ali, “Gue mau hajar teroris itu”

Satu persatu yg lainnya ikut bergabung untuk turun di misi ini. Mereka mulai sadar dan ngerti kalo ini memang menjadi permasalahan yg serius dan mereka juga ingin menyelamatkan teman-teman mereka. Secara langsung, Soldier Recon 2nd Gen sudah terbentuk dan siap menjalankan misi ini.

“Mari kita jadi pahlawan, tidak hanya untuk Kota Bandung tapi untuk negeri kita juga” kata gue.

“Yosssshhh” Ali mulai bersemangat.

“Oke sob !” Frank juga sudah mulai setuju.

“Bantai mereka broh !” Kemal sudah berapi-api bahkan sampe bajunya ikut kebakar.

“Ayooo” kata Rere dan Medina serempak.

Kami diantarkan menuju ruang istirahat kami. Rere satu kamar bersama Medina dilantai yg berbeda dengan kami. Gue, Kemal, Frank, dan Ali dimasukkan dalam satu kamar. Di dalam kamar sudah ada berkas-berkas mengenai Puce dan antek-anteknya. Anteknya bukan sembarang antek. Mereka adalah mantan tentara yg menjadi kriminal kelas kakap, yakni Dom, Edge, Vic, dan Bryan. MEREKA HARUS KAMI TUMPAS !!

Kami siap……..untuk menghapus teror di kota kami tercinta…….meski nyawa menjadi taruhannya……..

 

 

To Be Continued……..

Leave a comment