THE SOLDIER RECON Chapter 2 : Train! Train! Train!

“Bangun! Semua bangun! Cepat!”, diiringi dengan suara sirine, “Ganti dengan baju training dan pergi ke lapangan, segera !”

Kami bangun dengan terkaget-kaget, ada apa lagi sebenernya. Gue melihat ke arah Kemal, Ali, dan Frank. Mereka sudah bangun juga karena suara sirine yg memang mengganggu. Kecuali Frank, dia masih ngorok dengan indahnya. Jujur, membangunkan Frank merupakan pekerjaan yg paling sulit dibanding misi ini.

“Frank, bangun Frank” kata Ali sambil menggoyang-goyangkan badan Frank.

“Grooookkkkk,,,heeeuuuuuuuu” Frank menjawab melalui ngoroknya.

“Tutup aja idungnya Li, biar cepet” kata Kemal yg udah ngga peduli dengan ngoroknya Frank.

Hidung Frank ditutup sama Ali. Sambil megap-megap, akhirnya Frank bangun juga.

“Woey, ada apaan nih ?” kata Frank “Lagi enak tidur nih, kok dibangunin”

“Kita juga dibangunin Frank, pake sirine lagi” sahut gue.

“Kok mata lo berdua item gitu ?” tanya Frank ke gue sama Kemal “Kurang tidur ye ?”

“Iye, gara-gara ngorok lo kenceng bener Frank” jawab gue sama Kemal serempak.

Gue sama Kemal memang kurang tidur gara-gara ngoroknya Frank. Cuma Ali yg kuat sama ngoroknya Frank. Gue ngga ngerti sama sekali sam bocah yg satu ini. Kami langsung ganti pake baju training dan pergi ke lapangan. Disana sudah ada seseorang berpangkat letnan yg menunggu kami berenam.

“Selamat pagi, prajurit!” kata letnan itu.

“Pagi, Fadel !” kata kami berenam. Memang letnan ini letnan yg kami kenal lewat rambut kribonya.

“Heh jawab yg bener !” tukas Letnan Fadel.

“PAGI LETNAN !” jawab kami supaya ngga kena tampar di pagi hari.

“Mulai saat ini, kalian akan mendapatkan pelatihan dan persiapan untuk menjalani misi yg kalian dapatkan kemarin.” Kata Letnan Fadel, “Sekarang, untuk pemanasan kalian keliling lapangan ini 20 kali !”

Kami mulai berlari di pagi buta ini. Dingin memang, tapi ya mau bagaimana lagi. Kami memang harus mempersiapkan fisik serta mental yg kuat untuk menjalankan misi pembebasan ini.

Berbagai program latihan kami lalui. Dari mulai menyusun strategi, dan Rere yg paling menonjol disini, Leadership, persenjataan, penjinakkan bom, bertarung dengan tangan kosong, hingga bertahan hidup tanpa senjata. Dilanjutkan dengan latihan menembak. Bukan nembak cewek loh ya, tapi sasaran tembak. Tercatat disitu, keahlian kami dalam game yg sering kami mainkan sama persis dengan hasil latihan menembak. Hampir 2 minggu kami menjalankan latihan dan persiapan ini. Kami mulai bertanya-tanya kapan sebenernya kami akan menjalankan misi ini. Akhirnya kami berkumpul di kantin sambil membicarakan hal ini.

“Sebenernya kapan sih kita jalanin misinya ?” kata Medina, dia memang terlihat kesal karena tidak tahu kapan akan turun ke daerah konflik.

“Gue juga ngga tau Med, belom ada pemberitahuan lagi dari Niko” kata Kemal, berusaha menenangkan Medina.

“Udah-udah, makan dulu aja, perut kalian masih kosong tuh.” kata gue, sembari menyantap sarapan pagi di kantin.

Kemal dan Medina terdiam dan mulai menyantap makanannya. Begitu juga dengan yg lain, Ali makan dengan lahap, Rere makan pelan-pelan. Cuma Frank yg ngga sarapan, dia tidur di meja kantin sambil duduk. Tidak lama, datang Niko dan Letnan Fadel sambil membawa nampan berisi makanan.

“Kami ikut disini ya” kata Niko.

“Boleh Nik, silahkan” Rere mengizinkan mereka berdua duduk bersama kami.

Suasana menjadi sangat canggung. Sebenernya kami ingin bertanya kapan kami akan diterjunkan ke daerah konflik. Tapi gue yakin Niko sebagai pimpinan tertinggi memiliki rencana agar kami lebih siap nantinya.

“Setelah makan pagi, apakah kalian ada latihan lagi ?” tanya Niko.

“Ada Nik” sahut gue “Tapi cuman latihan nembak”

“Baiklah kalau begitu” kata Niko. Selesai makan, kami keluar dan kembali menjalani latihan menembak selama kurang lebih 3 jam.

“Jangan lupa, setelah beres latihan menembak, suruh mereka pakai baju tugas tapi tanpa perlengkapan” suruh Niko pada Letnan Fadel, “Dan bawa mereka ke ruang diskusi”

“Siap komandan” Letnan Fadel menyanggupinya.

Kami sampai di tempat latihan menembak. Tapi di ruangan kasus khusus, bukan di ruangan menembak biasa. Gue berpikir ini merupakan praktek untuk di daerah konflik nanti. Disitu ada rekan Letnan Fadel, namanya Letnan Intan.

“Selamat datang di ruangan kasus khusus. Disini kalian akan merasakan kondisi yg disesuaikan dengan daerah konflik saat ini. Silahkan memilih senjata yg sesuai dengan keahlian kalian” perintah Letnan Intan kepada kami.

Kami mulai memilih-milih senjata yg sesuai dengan keahlian kami. Tapi disitu hanya ada 4 handgun, 1 sniper rifle, 2 shotgun, 2 sub-machine gun, 1 defusal kit, dan 3 rifles.

“Gue ambil yg ini”, Kemal mengambil langsung 2 shotguns berjenis Leone 12 Gauge.

“Menjadi sniper adalah keahlianku”, Ali mengambil sniper rifle berjenis Magnum.

Medina juga langsung mengambil 2 sub-machine gun, “Kalau begitu, mainanku adalah 2 sub-machine gun ini”. Sub-machine gun yg diambil berjenis KM-UMP 45 dan ES C90.

Defusal kit dan Clarion ini dipegang sama gue yak” Frank juga mengambil senjata yg sesuai dengan keahliannya.

Handgun ini gue yg pegang yaa” Rere langsung mengambil 2 handgun juga berjenis Dual Elite.

“Berarti sisanya milikku” kata gue yg langsung mengambil senjata jenis IDF Defender dan Krieg Commando.

Kami mulai mengisinya dengan peluru. Tiap senjata mendapatkan jatah sebanyak 3 kali untuk mengisi peluru. Jadi, Kemal mendapatkan 44 peluru untuk ­shotgun-nya, Ali mendapatkan 30 peluru, Medina mendapatkan 180 peluru, Frank mendapatkan 90 peluru, Rere mendapatkan 42 peluru, dan gue mendapatkan jatah 180 peluru.

“Sekarang, saya bacakan kasusnya. Kasusnya mudah, kalian harus menjinakkan bom, menyelamatkan 10 sandera, dan menumpas teroris yg ada. Jadi, kalian harus menyusun strategi agar kasus ini bisa terselesaikan. Dan hati-hati pada peluru karet yg akan ditembakkan oleh robot disini.”, lanjut Letnan Intan, “Dan kalian akan dibekali alat komunikasi untuk tetap bisa berinteraksi satu sama lain.”

Kami mulai berkumpul dan meminta peta ruangan ini. Disinilah peran Rere diperlukan karena Rere memang ahli dalam hal ini.

“Oke, dari peta ini kita tau ada 3 ruangan yang terpisah, diantaranya ada bom yg aktif. Untuk bom aktif ini akan jadi tanggung jawab Frank. Frank, lo berpasangan sama Kemal.” kata Rere, “Kalian langsung ke arah kiri ya, soalnya ruangan ini paling tersembunyi”

“Oke, tugas gue cuman lindungin Frank dari robot-robot itu kan” tukas Kemal.

“Yap, betul” kata Rere “Lalu, gue bareng sama Medina, karena kami berdua wanita disini dan kami akan menuju ruangan yg ditengah”

“Jadi gue bareng Ali gitu ?” tanya gue.

“Lo sendiri Zic” sanggah Rere, “Ali bakal sembunyi di menara itu untuk back-up kita dari serangan robot”

Mampus. Gue cuman sendirian. Ruangan ini terlalu luas dan memang dibutuhkan sampai 2 orang untuk “membersihkan” setiap ruangan yg ada. Tambah lebih ngga lucu kalau ruangan yg gue periksa ada bomnya. Gue cuman bisa sedikit untuk menjinakkan bom. Dan gue disuruh menuju  ke arah kanan dan ruangan itu yg paling jauh.

“Sudah selesai briefing-­nya ?” tanya Letnan Intan, “Jika sudah, kalian punya waktu selama 4 jam untuk menyelesaikan kasus ini dan dimulai dari sekarang !”

“Satu hal lagi, jika ada yg tertembak atau bomnya meledak, kasus ini diulangi dari awal” lanjut Intan.

“Ayo bergerak !” lanjut Rere, “Li, lo langsung ke arah menara ya !”

“Siap Ibu Komandan !” Ali langsung ke arah menara.

Gue, Frank, Kemal, Medina, dan Rere mulai memasuki ruangan kasus khusus. Kondisinya tidak sama persis dengan peta yg kami dapatkan. Banyak jalan-jalan kecil dan sangat berpotensi muncul robot-robot itu. Sungguh sulit untuk menyelesaikan kasus ini. Tidak hanya bagi kami berlima, tapi bagi Ali juga. Penglihatan dia sebagai sniper jadi berkurang. Memang di menara itu semua kegiatan terlihat, tapi terhalang dengan box-box yg tidak tergambar di peta.

Kami mulai jalan dan menuju arah yang telah ditetapkan. Kemal dan Frank langsung menuju arah kiri, Medina dan Rere langsung lurus ke ruangan yg tengah, dan gue ke arah kanan hanya dengan diri gue sendiri.

BANG !! Ali menembakkan sniper-nya. Ada robot yg mengikuti kami dan Ali berhasil mengenainya. Keahlian Ali sangat diharapkan dan berguna saat ini.

2 jam berlalu. Terdengar suara tembakan dari arah yg diambil Kemal dan Frank. Sepertinya mereka sudah bertemu robot-robot penembak peluru karet. Tak lama kemudian, kembali terdengar suara tembakan dari arah yg diambil Medina dan Rere. Cuma gue yg belum ketemu sama robot-robot penembak peluru karet ini.

Suara-suara tembakan mereka membuat gue menjadi tambah waspada. Sekeliling gue sepi dan tidak ada pergerakan sama sekali. Yang gue takutkan adalah robot penembak itu ada di ruangan yg gue tuju saat ini. Benar saja, robot-robot penembak itu ada di ruangan, dan ada sanderanya. Bagusnya, robot-robot itu ada 10. Gue bener-bener butuh bantuan.

“Li, robot penembak keliatan ga dari arah lo ?” tanya gue.

“Ngga Zic, kehalang sama talang air”. Pandangan Ali benar-benar terhalang.

“Mal, lo bisa bantu gue di ruangan ini ga ?” gue bener-bener butuh bantuan.

“Ngga bisa, gue sama Frank lagi nembakin robot penembak ini” sanggah Kemal.

Mampus. Gue bener-bener mampus. Kalau Kemal sama Frank ngga bisa, berarti Medina dan Rere juga ada dalam kondisi yg sama. Gue emang harus gerak sendiri dan diam-diam mirip tikus.

Gue mulai mengintip dari setiap celah yg gue temuin. DOR! kena satu robot penembak. Sontak, 9 robot penembak lainnya menembak ke arah gue. Beruntung bagi gue karena pelurunya tidak ada yg kena. Robot-robot itu semakin waspada, makin susah gue buat masuk ke sana.

Gue menemukan pintu, kecil tapi. Daripada kasus ini gagal, gue memaksakan masuk ke pintu itu. Sialnya, dihadapan gue ada 4 robot yg lalu lalang. Gue langsung pake 2 senjata yg gue bawa. Beruntung, semuanya kena hanya dengan sekali tembak.

30 menit berlalu…

“Disini Kemal, Frank udah berhasil menjinakkan bom” kata Kemal.

Bagus. Gue masih belom bisa melumpuhkan 5 robot yg tersisa. Gue harus putar otak supaya kasus ini selesai. Secara perlahan-lahan, gue masuk ke ruangan itu. Untung, gue sama sekali ngga ketahuan sama robot-robot sialan itu. Hanya saja, posisi mereka dekat dengan sandera. Gue harus mengalihkan perhatian robot-robot itu.

Tak lama, ada komunikasi masuk, kalau dari suaranya terdengar suara Medina.

“Disini Medina sama Rere, kami sudah berhasil mengeluarkan 4 sandera” kata Medina.

Mampus. Mampus gue. Tinggal gue yg belom beres. Waktu yg tersisa cuma sekitar 1 jam 15 menit dan gue harus menghabisi robot-robot itu. Ada dua opsi, lempar satu benda sebagai pengalih lalu tembak atau tembak secara sembunyi-sembunyi. Gue pilih opsi tembak secara sembunyi-sembunyi.

Gue menunggu kesempatan itu dan akhirnya muncul 2 robot yg secara tak sengaja menunjukkan sasarannya. DOR!! DOR!! DOR!! Gue tembak secara beruntun. 2 robot itu langsung roboh. Sialnya, 3 robot itu menyadari keberadaan gue dan gue langsung banting meja sebagai pelindung. Robot-robot itu masih nembakin gue.

“Waktu tersisa, 45 menit lagi” kata Letnan Intan memberikan informasi.

Sial sial sial. Robot-robot itu masih saja nembakin gue, tapi tiba-tiba berhenti dan mereka seperti sedang mengisi ulang pelurunya. Ini kesempatan gue! DOR!!! DOR!! DOR!! Gue tembak sisa 3 robot yg ada. Semua robot udah gue robohkan.

Ali, Kemal, Frank, Rere, dan Medina masih harap-harap cemas. Tinggal gue yg belom beres misinya.

“Disini Zico, gue berhasil robohkan sisa robot dan menyelamatkan sandera” kata gue.

Mereka berlima bersorak sorai. Gue keluar dari ruangan itu dan liat waktu yg tersisa. Waktu menunjukkan 3 jam 57 menit 49 detik. Sisa 3 menit lagi, dan gue berhasil menyelesaikan misi gue meski dengan susah payah.

Serempak, seluruh staf disitu bertepuk tangan. Mereka memberikan selamat.

“Bagus. Kerja kalian sangat bagus sekali” kata Letnan Intan, “Sebelumnya tidak ada yg pernah menyelesaikan kasus ini kurang dari 4 jam”

Kami semua senang dengan kabar ini. Tentu, kerjasama kami tidak bisa dibilang buruk. Tapi, kebahagiaan ini hanya berlangsung sebentar saja karena Letnan Fadel langsung memanggil kami.

“Kalian semua sekarang segera ganti baju dengan baju tugas kalian, tanpa armor, dan ikut saya ke ruang diskusi” katanya.

Kami terheran-heran dan bertanya-tanya. Tapi tak ada waktu untuk bertanya, karena kami langsung digiring ke ruang kamar kami. Setelah selesai memakai baju tugas, kami langsung dibawa ke ruang diskusi. Disana ada Niko yg sudah menunggu dengan muka serius.

“Selamat datang di ruangan ini” kata Niko, “Sekarang, saya akan briefing kalian untuk misi ini. Misi ini sendiri akan dilakukan 3 hari lagi.”

“Misi kalian, seperti yg sudah dijelaskan, kalian harus menggagalkan usaha Puce untuk mengambil kekuasaan Pak Presiden.”  lanjut Niko, “Hanya saja, kalian akan dipencar di 4 lokasi yg berbeda.”

Secara tersirat, gue menyadari kasus latihan yg dijalanin tadi. Kasus latihan tadi menjadi gambaran singkat misi yg akan kami jalankan. Dengan musuh yg asli, peluru yg asli, sandera yg asli, dan penjahat yg asli.

“Ada 4 lokasi berbeda dimana kalian akan ditempatkan. Masing-masing di daerah utara, tepatnya di Sersan Bajuri, lalu di daerah barat yaitu di daerah Cijerah, lalu di daerah selatan tepatnya di daerah Mohammad Toha, dan timur di daerah Cisaranten.” tambah Niko.

Lokasinya sangat jauh dari UNPAR, bahkan mendekati daerah kabupaten. Sungguh lama dan jauh perjalanan kami.

“Sekarang kalian silahkan berdiskusi untuk menentukan orang yg akan ditempatkan di 4 lokasi tersebut.” lanjut Niko.

Niko dan Letnan Fadel meninggalkan ruang diskusi. Tinggallah kami berenam untuk menentukan siapa orang yg akan ditempatkan di 4 lokasi itu. Rere dengan inisiatif, langsung memimpin diskusi ini.

“Oke, dari kita semua yg tau seluk beluk Kota Bandung siapa saja selain gue ?” tanya Rere. Gue dan Ali langsung mengacungkan jari. Fix hanya bertiga yg tau seluk beluk Kota Bandung.

“Ali, lo bisa ambil alih yg didaerah Cijerah ?” tanya Rere, “Kurasa itu dekat dengan daerah rumahmu.”

“Oke” Ali menyetujui, “Tapi boleh gue meminta rekan di daerah itu ?”

“Lo bakal berpasangan sama Frank” lanjut Rere, “Gue bakal berpasangan dengan Medina dan kita masuk dari daerah Cisaranten.”

Tinggal gue dan Kemal yg belom dapat area. Dan fix, kami berdua tidak mendapatkan rekan disana.

“Mal, lo tau daerah Sersan Bajuri, kan ?” tanya gue.

“Ya, gue tau” jawab Kemal, “Gue ngga mau di daerah Mohammad Toha, gue sama sekali buta tentang daerah itu”

Secara ngga langsung, sudah terlihat siapa yg akan mengambil daerah Sersan Bajuri dan Mohammad Toha. Selesai diskusi, kami langsung memanggil Niko dan Letnan Fadel.

“Sudah kalian diskusikan ?” tanya Niko.

“Sudah, dan kami sudah menentukan orang yg akan ditempatkan di 4 lokasi itu.” Jawab Rere, “Di lokasi Sersan Bajuri ada Kemal yg akan bertugas, di lokasi Cijerah ada Ali dan Frank, di lokasi Mohammad Toha ada Zico, dan kami berdua akan bertugas di daerah Cisaranten.”

“Bisa kalian berdua bertahan di lokasi tanpa partner ?” tanya Niko pada gue dan Kemal mendadak.

“Kami kenal betul dengan daerah tugas kami” jawab gue yakin.

“Bagus, sekarang kalian akan menuju ruang senjata dan memilih senjata yg akan menjadi perlengkapan kalian.” lanjut Niko.

Bersama Niko, kami menuju ruang senjata yg dimaksud. Menakjubkan, banyak sekali senjata yg tersedia disana. Semua senjata dan perlengkapan yg ada sama persis dengan game yg kami biasa kami mainkan.

Pisau, Kevlar, helmet, High Explosive Grenade, Flashbang Grenade, Smoke Grenade, Defusal Kit, dan Nightvision menjadi barang yg wajib harus dibawa. Yang berbeda Cuma perlengkapan senjata saja.

Frank mengambil 2 buah handgun berjenis ES Five Seven 5.7x28mm Caliber dan rifles berjenis Clarion 5.56 Caliber. Ali memilih menggunakan handgun berjenis 228 Compact .357 SIG Caliber dan sniper rifles berjenis Magnum Sniper Rifle .338 Lapua Magnum Caliber. Rere memilih 2 handgun berjenis KM .45 Tactical .45 ACP Caliber dan sub-machine gun bertipe KM Navy 9mm parabellum Caliber. Medina ternyata lebih sangar dari kelihatannya. Dia langsung memilih handgun berjenis 9x19mm Sidearm 9mm Parabellum Caliber dan 2 sub-machine gun berjenis ES C90 5.7x28mm Caliber. Kemal tidak mengambil handgun, dia langsung memilih shotgun berjenis Leone YG1265 Auto 12 Gauge Caliber dan machine gun berjenis M249-SAW 5.56 Parabellum Caliber. Gue sendiri memilih 2 handgun berjenis Desert Eagle .50 C 9mm Parabellum Caliber dan 2 rifles berjenis Maverick M4A1 Carbine 5.56 Caliber yg dilengkapi dengan peredam dan AUG Bullpup 5.56 Caliber.

Karena perjalanan kami akan sangat panjang dan lama, kami membekali diri dengan membawa sebanyak mungkin peluru untuk persediaan nanti dan tentu penggunaannya harus seefektif mungkin. Untuk handgun masing-masing mendapatkan 120 peluru, sub-machine gun masing-masing mendapat 300 peluru, shotgun masing-masing mendapat 200 peluru, rifles masing-masing mendapat 400 peluru, sniper rifle mendapat 100 peluru, dan machine gun mendapat 400 peluru.

“Perlengkapan dan senjata sudah kalian pilih, dan akan disiapkan oleh staff persenjataan, sekarang kalian beristirahatlah karena 3 hari lagi kalian akan langsung dikirim ke daerah konflik.” perintah Niko.

Kami semua membayangkan apa yg akan kami temukan di area tugas kami nanti.

“Oya satu hal lagi. Jangan lengah pada 4 penjaga masing-masing daerah. Sekalian saja, daerah barat dipegang oleh Edge, dia ahli dalam menggunakan sniper dan 97% selalu kena sasaran. Daerah selatan dipegang oleh Dom, dia ahli dalam pertarungan jarak dekat dan tangan kosong. Daerah timur dipegang oleh Vic, meski dia wanita dia ahli dalam membuat jebakan dan handgun layaknya tokoh Lara Croft. Terakhir, daerah utara dipegang oleh Bryan dan dia ahli menggunakan machine gun.

Entah kenapa, semua penjaga itu kemampuannya kurang lebih sama dengan kemampuan kami. Tapi itu tidak mengecilkan nyali kami, karena kami yakin lebih hebat daripada mereka dan kami tidak takut pada mereka.

MISSION START !!!!

 

To Be Continued…….

Leave a comment