THE SOLDIER RECON CHAPTER 3 : WOMEN’S POWER (PART 1)

“Sepi banget disini” kata Rere pada Medina. Mereka berdua sudah sampai di daerah Cisaranten. Mereka mulai mengeluarkan alat komunikasi dan mencoba untuk menghubungi teman-temannya di daerah lain untuk memastikan mereka sudah sampai disana.

“Gue coba hubungin Ali sama Frank, lo coba hubungin Kemal sama Zico ya Med” kata Rere. Rere mulai merasa khawatir. Namanya juga wanita, pasti selalu seperti itu.

“Blastoise masuk, Blastoise masuk, disini Jigglypuff…” Rere berusaha berkomunikasi dengan Ali tapi tidak ada respon.

“Primeape harap masuk…” kali ini Rere mencoba berkomunikasi dengan Frank, tapi gagal juga.

“Charizard masuk, ganti …” Medina mencoba menghubungi Kemal dan Zico “Hitmonchan masuk, ganti… Disini Pichu, ganti……”

Gagal. Tak ada respon baik itu dari Kemal, Ali, Frank maupun Zico. Yang ada hanya suara berisik seperti TV rusak.

“Re, Zico dan Kemal ngga merespon komunikasi dari gue” ujar Medina, yg nampaknya menemui kegagalan juga dalam menghubungi Kemal dan Zico.

“Gue juga, Frank sama Ali juga ngga merespon” sambung Rere.

Sepertinya memang ada gangguan sinyal radio disini, entah itu memang kontur lapangan yg menjadi kendala atau memang para teroris itu memasang signal jumper untuk mencegah ada yg berkomunikasi dengan pihak luar.

Terpaksa, Rere dan Medina berjalan menyusuri daerah itu yg sepi. Kondisi Kota Bandung memang seperti kota mati, tidak ada aktivitas sama sekali. Mereka berdua waspada pada setiap sudut-sudut jalanan yg mereka lalui. Mereka tidak tau apa yg akan muncul dihadapan mereka.

“MERUNDUK MED” teriak Rere pada Medina.

Mereka tiba-tiba ditembaki oleh sekelompok orang yg diduga adalah anggota teroris ini. Dengan cepat, mereka sembunyi dibalik suatu bangunan. Rere dan Medina membalas tembakan mereka sambil berpindah ke bangunan yg ada di kanan depan mereka.

“Banyak banget, kurasa ada sekitar 20 orang yg ada di depan kita” ujar Medina. Dia yakin, karena tembakan kelompok itu tidak berhenti.

Medina dan Rere mulai bergantian menembaki kelompok itu. Alhasil, 7 orang dari kelompok itu tewas. Tapi, masih ada sisa 13 orang lagi yg harus ditumpas supaya mereka berdua bisa melanjutkan perjalanan.

Daripada membuang waktu, Rere dan Medina melemparkan High Explosive Grenade secara bersamaan. BUARRR!!! 4 orang langsung tewas karena ledakan itu. Ini memudahkan Medina dan Rere untuk menghabisi sisa 9 orang lainnya.

“Med, gue lempar Flashbang, lo langsung tembakin mereka ya” perintah Rere. Membuat rencana dan strategi seperti ini memang keahlian Rere dan dia sangat menguasainya.

“Oke Re!” tanda Medina setuju sambil mengacungkan jempolnya.

Rere pun melemparkan Flashbang Grenade. Disaat musuh buta mendadak, Medina langsung menembaki 9 orang tersisa. Dibantu Rere, yg menggunakan 2 handgun ditangannya. Habislah sudah orang-orang dari kelompok teroris itu.

“Berhasil! Kita berhasil Re” Medina senang.

“Ya, tapi jangan terlalu senang. Mungkin masih ada anggota kelompok lainnya didepan kita” kata Rere agar Medina tetap waspada.

Mereka melanjutkan perjalanan mereka. Setidaknya mereka harus sampai di daerah Arcamanik karena daerah itu terbilang cukup aman, dan dari informasi yg mereka dapat sebelum berangkat, di daerah itu ada ruang tersembunyi seperti bunker yg isinya ada senjata, sehingga mereka bisa mengisi atau mengambil persediaan peluru atau mengganti senjata mereka.

“Ingat, kita harus waspada sama lingkungan sekitar” Rere mengingatkan Medina untuk tetap siaga.

Benar saja, baru beberapa langkah mereka sudah ditembaki oleh anggota teroris yg lain.

“Berlindung !!” ujar Medina agar tidak ada yg kena.

Mereka berlindung di tempat yg terpisah. Tapi, itu memudahkan mereka untuk menumpas anggota teroris itu karena fokus anggota teroris jadi terbagi dua.

“Kita semakin mahir ya” kata Rere pada Medina karena mereka menumpas anggota teroris lebih cepat dari biasanya.

“Tapi jangan seneng dulu Re” sahut Medina, “Mungkin masih banyak anggota-anggota lainnya di depan kita.”

Selagi mereka sibuk berjalan untuk mengamankan daerah Cisaranten, mereka tidak sadar kalau gerak-gerik mereka diawasi.

“Hmmm, dua wanita yg berani” gumam Vic, “Ini akan menjadi pertarungan antar wanita yg paling seru, sudah lama aku tidak minum darah segar dari seorang wanita.”

“Oke, siapkan jebakan yg sudah kita siapkan” Vic menyuruh bawahannya.

Medina dan Rere tidak tau apa yg akan terjadi dan tidak tau menahu mengenai jebakan ini. Yang mereka tau adalah kalau Vic ini handal dalam membuat jebakan. Tanpa sadar, kaki Medina tersangkut sebuah tali pancing.

“Awas Medina !!!!!” teriak Rere sambil menyelamatkan Medina.

Ada sekitar 10 tombak dari bambu dan batu yg siap menghantam mereka. Telat sedikit saja, Medina sudah jadi mayat sekarang.

“Apa itu tadi ?” Medina gemetaran “Apa itu tadi, Re ?”

“Itu jebakan yg disiapkan musuh untuk menghabisi kita” Rere berupaya untuk menenangkan Medina.

“Hati-hatilah setiap melangkah, mungkin masih banyak jebakan lainnya yg menanti kita” sambung Rere.

Medina masih gemetaran. Jelas dia ketakutan, kondisi perang yg biasa dia lihat di game kini dia rasakan sendiri dan di depan mata, dia hampir saja tewas dan menjadi sate manusia.

“Pandai juga mereka” Vic tetap mengawasi Rere dan Medina, “Kurasa wanita yg berambut ikal ini ahli dalam membuat suatu strategi”

“Ini akan menjadi adu strategi yg paling indah. Sudah tak sabar rasanya untuk meminum darah mereka.” sambung Vic, dia memang memiliki kelainan gen.

Rere dan Medina melanjutkan perjalanan mereka. Serangan musuh dan jebakan datang silih berganti. Benar saja, Rere terluka gara-gara serangan.

“AHH!” teriak Rere memegang lengannya.

“Re, lo ngga apa-apa ?” Medina menghampiri Rere yg tergeletak di tempat persembunyiannya.

“Aku kena, tapi sepertinya peluru yg mereka tembak hanya menyerempet” ujar Rere agar Medina tidak panik.

Medina langsung mengeluarkan perban dan alkohol untuk mengobati Rere. Dan kini, mereka harus ekstra waspada. Salah-salah, nyawa menjadi taruhannya.

“Med, seperti biasa, aku lempar Flashbang dan lo lempar High Explosive Grenade” Rere memberikan strategi yg sama seperti sebelumnya.

Rere melemparkan Flashbang dan beberapa saat kemudian, Medina melemparkan High Explosive Grenade. Hasil itu tidak membantu banyak, karena pasukan musuh semakin bertambah.

“Sepertinya ngga berkurang Re” Medina mengintip sedikit ke arah pasukan musuh, “Jumlah mereka malah bertambah banyak”

“Lo ada sisa Flashbang berapa banyak ?” tanya Rere, dia sepertinya akan membuat rencana.

“Aku ada sisa 3, Re” ujar Medina.

“Cukup, sekarang lo lempar 2 Flashbang sekaligus, lalu kita berondong mereka dengan peluru” Rere memang dapat berpikir cepat jika dalam keadaan terdesak.

Medina menarik kunci granat dan melemparkannya ke arah pasukan musuh. Granat meledak, Rere dan Medina langsung keluar dan menembaki pasukan musuh. Efektif, hampir sebagian pasukan musuh berhasil dilumpuhkan. Tapi, mereka harus cepat sembunyi lagi untuk mengisi ulang senjata.

Dengan strategi yg sama, mereka berdua berhasil menumpas sisa pasukan teroris. Segala latihan yg mereka lalui hasilnya dapat dirasakan sekarang. Akurasi mereka bertambah dengan cepat.

“Apa-apaan ini ?” Vic mulai marah “Mereka bukan wanita biasa rupanya, ini akan semakin seru”

Vic malah menikmatinya, meski pada awalnya dia sempat marah.

“Baiklah, kita berikan mereka sedikit udara untuk bernafas” ujar Vic, “Kita serang mereka pada saat mereka lengah”

“Sekarang kalian bersiap-siap saja untuk menyerang mereka berdua secara membabi buta” perintah Vic pada bawahannya “Isi peluru kalian dan bawa banyak peluru”

Medina dan Rere jelas tidak mengetahui hal ini. Mereka melanjutkan perjalanan mereka. Setidaknya, mereka harus sudah sampai di daerah Arcamanik pada malam hari karena hari sudah mulai sore menuju petang.

“Kok disini mendadak sepi ya ?” Medina menyindir pasukan musuh yg tiba-tiba menghilang.

“Jangan berkata seperti itu, bisa saja mereka menyiapkan strategi dan berbagai jebakan lainnya, seperti yg disana itu” Rere menyadari ada jebakan dan mereka sebisa mungkin untuk menghindari jebakan itu.

Mereka berdua saling waspada. Rere berjalan di depan dan mewaspadai pergerakan musuh di depan dan di kanannya, sedangkan Medina berjaga di bagian belakang dan sebelah kanannya agar tau ada yg mengikuti mereka dari belakang.

Tanpa sadar, hari sudah mulai gelap. Kondisi seperti ini justru membahayakan. Beruntung, mereka sudah memasuki daerah Arcamanik. Rere langsung membuka peta yg dia bawa, dan mencari lokasi yg disembunyikan.

“Seharusnya, bunker yg dimaksud oleh Niko ada di daerah sini.” Rere bergumam sambil melihat ke sekeliling.

“Re !” Medina tiba-tiba memanggil Rere, “Sepertinya pintu menuju bunker itu ada disini”

Pintu itu memang tidak terlihat jelas. Sungguh sebuah tempat yg rahasia. Rere dan Medina masuk pelan-pelan agar tidak diketahui oleh pasukan musuh. Mereka menyusuri lorong-lorong di bunker itu. Hanya cahay remang-remang yg menemani mereka berdua saat ini. Meski ini sebuah bunker¸mereka harus tetap hati-hati. Sungguh ngga lucu kalau mereka bertemu dengan pasukan musuh ditempat kecil tanpa ruang sembunyi sama sekali.

“Siapa kalian ??” teriak seorang wanita di bunker itu sambil menodongkan sebuah pistol jenis Magnum Revolver.

Rere dan Medina langsung berbalik dan mereka mengenali wanita itu.

“Mata ?” Medina berusaha meyakinkan dirinya kalau dia memang bertemu dengan Mata.

“Loh Medina, Rere ?” Mata terheran-heran karena bisa bertemu dengan mereka berdua di bunker ini, “Kalian berdua kok bisa disini dan kenapa kalian berpakaian mirip tentara ?”

“Ya, kami sedang dalam misi pembebasan dan penumpasan teroris” Rere menjawab dengan yakin agar Mata bisa percaya.

“Mata, lo bicara sama……. Medina ? Rere ?” keluarlah Farandy dari sebuah ruangan, diikuti dengan Reksa, Audy dan Karin.

Rere dan Medina jelas kaget bercampur senang karena teman-temannya masih bisa menyelamatkan diri dari serangan teroris itu. Mereka berdua meminta izin untuk beristirahat semalam sebelum melanjutkan perjalanan.

“Jadi begitu, kalian berenam ditarik untuk menjadi prajurit penumpas teroris di Bandung sekarang,” Farandy mengangguk mengerti setelah Rere bercerita panjang lebar kenapa mereka bisa sampai disini.

“Kalian memang dipisah dengan yg lain supaya tiap area itu clear dari teroris, begitu ?” Audy masih merasa pesimis sedikit, “Tapi kalian kan hanya berenam…”

“Entahlah gue juga, yg pasti anggota yg sedang bertugas memang hanya kami berdua, Ali, Frank, Zico, dan Kemal” Rere memberikan tambahan penjelasan.

“Btw, makasih loh makan malamnya, ini makanan berat pertama yg masuk ke perut kami” ujar Medina sambil menghabiskan makanan di mangkuknya.

“Jadi, kalian makan apa selama menuju bunker ini ?” Reksa keheranan, mereka wanita tapi bisa menahan nafsu lapar hingga malam.

“Yah hanya sekedar roti dan chocolate bars yg kami bawa dari markas” jawab Rere sambil mengelap mulutnya dari sisa makanan.

“Tapi ekstrim juga cuma kalian berdua saja untuk menjalankan misi disini” kata Karin seolah tak percaya.

“Frank dan Ali juga berpasangan kok di daerah Cijerah” jawab Medina, “Sejujurnya kami cukup beruntung memiliki rekan seperjuangan di daerah konflik”

“Beruntung ?” mereka berempat keharanan, “Memang ada yg sendirian menjalani misi ini di daerahnya ?”

“Ada” Rere sambil menghela nafas karena kelelahan “Kemal dan Zico, mereka masing-masing bertugas di daerah Sersan Bajuri dan Mohammad Toha.”

“Wah, sulit sekali itu…” jawab Audy khawatir “Semoga mereka baik-baik saja”

“Aamiin” semuanya mengamini, semoga tidak ada yg terluka apalagi tewas dalam misi mulia ini.

“Apakah kalian memiliki persediaan peluru ?” tanya Rere, “Peluru kami sudah menipis, begitu juga dengan granatnya”

“Gue ngga tau Re, tapi ada satu ruangan yg memang tidak kami buka karena sangat gelap” jawab Reksa, “Mungkin peluru-peluru itu ada disana”

“Kurasa kita harus mengeceknya sekarang” sambung Medina, “Hanya untuk memastikan saja”

“Jika itu keinginan kalian, gue anter kalian ke ruangan itu” Farandy langsung bangkit dari duduknya dan berjalan duluan di depan Rere dan Medina menuju ruangan yg dimaksud.

Sampai di ruangan itu, Medina dan Rere memang agak kesulitan untuk membuka pintunya karena klep pintu yg sudah berkarat. Dengan sedikit bantuan dari Farandy dan Reksa, pintu itu akhirnya terbuka. Dengan cahaya yg seadanya dan menggunakan Nightvision, Medina dan Rere mulai melihat ke sekeliling ruangan.

Lagi-lagi beruntung, itu adalah gudang senjata. Disana ada beberapa senjata, granat, peluru, dan perlengkapan lainnya. Medina dan Rere sangat senang dengan keadaan ini, mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka esok hari.

“Boleh kami mengambil peluru, granat, dan perlengkapan medisnya ?” tanya Rere sambil berharap diizinkan oleh mereka.

“Silahkan saja Re, lagian kami juga ngga begitu ngerti cara pakenya” ujar Audy, karena memang pada dasarnya mereka berempat tidak mengerti apa-apa tentang senjata.

“Kalau begitu, terima kasih banyak ya !” Rere dan Medina mulai mengambil persediaan peluru, granat, dan perlengkapan medis karena mereka akan kembali melanjutkan perjalanan di pagi buta.

Keluar dari ruangan, Rere dan Medina mulai membereskan persediaan yg mereka dapatkan di bunker itu. Farandy juga memberikan sebuah peta jalanan yg sepertinya adalah jalan tercepat dari bunker itu menuju UNPAR.

Pada awalnya Farandy ingin ikut membantu dalam misi ini tapi dicegah oleh Rere karena terlalu berbahaya, apalagi bagi mereka yg tidak tau kondisi yg sesungguhnya di luar sana. Rere berharap mereka berempat mengerti dan tetap mendukung serta berdo’a agar misi ini berjalan lancar dan tak ada yg tewas.

“Lebih baik sekarang kita beristirahat, sudah larut malam” kata Karin “Kalian berdua butuh menyimpan tenaga untuk perjalanan besok”

“Kalian istirahat disini saja” ajak Audy agar Rere dan Medina tetap tinggal “Istirahat di luar sana tidak aman, kalian bisa terbunuh kapan saja”

Apa yang dikatakan Karin dan Audy ada benarnya. Rere dan Medina pun memutuskan untuk istirahat di bunker itu. Masih ada banyak waktu untuk menyelesaikan misi ini.

“Gue siapin alas tidur kalian ya” kata Reksa, “Tapi hanya selembar kardus ini aja yg tersisa”

“Ngga apa-apa kok, yg penting masih layak untuk digunakan” jawab Medina, “Terima kasih ya sekali lagi.”

“Sama-sama” kata Reksa, “Tapi kami punya permintaan, bisakah kalian mengabulkannya ?”

“Apa itu ?” Rere bertanya-tanya, “Siapa tau kami sanggup memenuhinya”

“Tolong tumpas teroris-teroris itu…….” jawab Audy sambil menangis. Dia tidak kuasa menahan tangisnya.

“Kami mengerti….” jawab Medina sambil menenangkan Audy, “Itulah mengapa kami ada disini sekarang”

“Sudah yuk, lebih baik kita tidur sekarang” sambung Rere, “Ini sudah larut”

Entah apa yg akan dihadapi Rere dan Medina nanti. Yg pasti mereka harus menyimpan tenaga agar tidak kelelahan dalam perjalanan menuju UNPAR. Nyawa para sandera ada di pundak mereka berdua. Gembong teroris ini harus ditumpas sesegera mungkin sebelum mereka berbuat seenaknya. Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa………

To Be Continued…….

Leave a comment